Bagaimana Mengubah Lingkungan Gersang Menjadi Sekolah Hijau?

Tidak terduga sama sekali jika sekolah tempat saya mengabdi (di salah satu sekolah dasar di Bogor, Jawa Barat) berada di lingkungan yang kondisinya baru saya temui. Saya sempat tercengang melihat jalanan yang amat becek dan daun di pepohonan yang tertutup debu cukup tebal. Sejauh mata memandang lapangan sekolah, kita disuguhi beraneka sampah yang beterbangan dari sekolah tetangga. Sungguh tak sedap dipandang terlebih bila turun hujan.
Selain lapangan sekolah yang tandus, kebiasaan siswa masih sulit untuk mengikuti pola hidup sehat yang dianjurkan. Salah satunya adalah anjuran untuk membuang sampah pada tempatnya sesuai materi Pelatihan Klinik Sampah yang pernah diberikan.
Kesulitan ini bukan karena kemalasan siswa semata, namun juga karena kebiasaan warga sekolah tetangga. Akibat tidak ada kerja sama, justru siswa sekolah kami yang membersihkan sampah sekolah tetangga yang beterbangan masuk ke halaman. Lambat laun, anak didik kami pun jenuh melakukannya, bahkan berimbas pada perilaku sebagian siswa.
Mengubah kebiasaan buruk sekolah tetangga sulit jika tidak kita berikan teladan yang baik. Akhirnya sekolah kami pun mengadakan kegiatan “Jumsih” (Jumat bersih). Semua siswa kelas 1 sampai kelas 6 berkumpul di lapangan sekolah sebelum masuk kelas. Semua mendapat salam hangat dari guru yang mengomandoi Jumsih. Semua guru secara bergantian menjadi komandan.
Dengan adanya sapaan hangat dan juga pesan-pesan, anak-anak dengan sigap memunguti sampah. Kegiatan ini sebagai pelengkap dari “Operasi Semut” setiap pagi sebelum mereka baris masuk kelas.
Membiasakan membuang sampah belum lengkap jika tidak disertai dengan mengolah sampah yang mampu didaur ulang. Apalagi tumpukan sampah di pojok sekolah yang semakin menggunung dan berserakan jika pemulung dan kambing mengacakacak.
Melihat bakat siswa yang senang bereksperimen dan adanya waktu luang pada hari (yakni setiap Sabtu setelah kegiatan olahraga, dan satu pekan setelah Ujian Akhir Semester), dibuatlah kegiatan Pekan Kreativitas Siswa. Kegiatan ini menjadi puncak kreativitas keterampilan siswa dalam pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan yang biasa mereka lakukan setiap Sabtu.
Pekan Kreativitas Sekolah yang sudah dilakukan secara berturut-turut dua kali di akhir tahun cukup berhasil menggugah siswa untuk selalu mengumpulkan dan mendaur ulang sampah-sampah di lingkungannya menjadi bernilai kembali baik sebagai hiasan ataupun barang pakai. Yang menggembirakan, kebiasaan di sekolah ini pun terbawa ke rumah mereka masing-masing. Koran, botol-botol plastik, sedotan, dan kulit-kulit kacang adalah beberapa sampah yang selalu mereka kumpulkan. Inilah langkah mereka cinta akan lingkungan dan kelangsungan hidup selanjutnya.
Selain kegiatan yang berhubungan dengan sampah dan barang bekas, sekolah juga punya kebun sekolah yang kini sudah berhasil panen kangkung dan sesin. Kebun ini diolah, dirawat, dipanen, serta dijual oleh siswa, dewan guru, dan Pendamping Sekolah.
Walaupun hanya tanaman sayuran, penjagaan kebun terbilang ekstra. Bukan menjaga dari para ‘tangan panjang’, melainkan dari mulut-mulut kambing yang kelaparan. Sebagai antisipasi, dibuatkanlah pagar bambu mengelilingi kebun sekolah. Alhasil, kambing sulit masuk walaupun akhir-akhir ini mulai berani beraksi karena bambu mulai keropos.
Kegiatan menghijaukan sekolah tidak cukup hanya dengan kebun sekolah. Sayang melihat tanah kosong sekitar pagar depan kelas, saya berbincang-bincang dengan siswa.
“Kenapa kelas 4 sampai kelas 6 di depan kelasnya gersang? Ada tanaman mangga doang, sisanya dimakanin kambing,” kata salah satu siswa.
“Ya, ayo kita tanami lahan kosong sekitar pagar dengan tanaman yang sama di depan kelas 1 dan 2. Buktinya itu masih hidup enggak habis dimakan kambing,” jawab saya.
“Ayo-ayo, mau Bu!” Jawab beberapa anak secara kompak. “Bu, saya mau bawa tanaman hias dari rumah boleh?” Tanya salah satu anak.
“Oh tentu saja boleh, asal minta izin dulu sama orangtuamu.”
Tidak berselang lama, pada Sabtu usai kegiatan senam, dimulailah acara operasi bersih sampah. Setelah itu dilanjutkan dengan memindahkan beberapa tanaman hias dari depan kelas 1 dan 2 ke kelas 4, 5, dan 6 serta beberapa yang dibawa siswa dari rumah.
Semua asyik bermain tanah; ada yang bagian menggali, ada yang menanam, dan juga ada yang khusus membawa air untuk menyiram. Beberapa siswa laki-laki yang tidak membawa tanaman merapikan pagar bambu pohon mangga. Siswa kelas 1, 2, dan 3 pun tidak kalah meriah dan heboh dalam menanam.
Sungguh senang rasanya, dulu sekolah yang tampak gersang kini berganti hijau dengan hadirnya tanaman hias yang sudah tumbuh dengan subur menutupi tanah di sekitar pagar kelas. Sayangnya, beberapa tanaman hias beserta potnya yang dijejerkan di atas pagar hilang dan sebagian pecah akibat tangan-tangan usil.
Agar tidak ada lagi tanaman dalam pot hilang ataupun rusak, tergagaslah membuat tanaman yang digantung namun tanpa harus mengeluarkan modal apa pun (pot-pot yang ada sebelumnya sumbangan orangtua siswa untuk sekolah). Wadah yang digunakan berupa botol plastik bekas.
Inilah beberapa aktivitas menghijaukan sekolah kami. Meskipun masih merupakan langkah kecil, semoga langkah ini tetap bermakna besar bagi sekolah kami tercinta. Sungguh indah dan nyaman sekolah hijau nan asri. Lingkungan belajar pun nyaman. []
[Disalin dari Buku “Bagaimana Ini Bagaimana Itu”, DD Press. Penulis: Emalia Fatimah]