Bagaimana Menyusun Kerja Tim di Sekolah?

Bagaimana Menyusun Kerja Tim di Sekolah?

Sebelum pendampingan sekolah di salah satu sekolah dasar di Bandung (Jawa Barat) dimulai, terlebih dahulu dilakukan assessment program. Assessment dilakukan untuk mengetahui sebanyak-banyaknya informasi mengenai sekolah tersebut. Mulai dari keadaan infrastuktur sekolah, performa guru, partisipasi Komite Sekolah dan masyarakat serta Dinas Pendidikan setempat. Sebulan saya melakukan beragam assessment dengan menggunakan peranti dari Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa dan juga bertanya langsung kepada berbagai pihak yang ada di sekolah.

Dari hasil pengamatan saya selama sebulan, bisa disimpulkan bahwa di sekolah ini para guru cenderung bekerja sendirian. Ini terlihat ketika bel berbunyi tanda masuk kelas, guru-guru jarang melakukan komunikasi dengan sesama guru yang lain. Mereka langsung masuk kelas, dan menunaikan tugasnya. Setelah jam pelajaran berakhir, mereka langsung pulang. Tidak ada aktivitas untuk berdiskusi atau berkomunikasi. Intinya, ada semacam ketidaktepatan berkomunikasi di antara para guru ini.

Padahal, menurut teori sosiologi, manusia merupakan makhluksosial yang selalu butuh bantuan orang lain. Misalnya baju yang kita pakai saat ini merupakan hasil kerja orang lain. Ini merupakan suatu bukti bahwa manusia itu makhluk sosial. Sedangkan salah satu alat untuk bersosialisasi adalah adanya komunikasi antar manusia untuk saling memengaruhi. Namun, melihat situasi di sekolah ini, saya merasa bahwa ada sebuah ketidaktepatan berkomunikasi yang menyebabkan para guru bekerja sendiri-sendiri.

Dalam mengatasi masalah tersebut, saya mengambil sebuah pepatah Sunda: ala laukna, herang caina. Terjemahnya, ambil ikannya namun airnya tetap jernih. Pepatah ini mengajarkan kepada kita untuk bisa menyelesaikan masalah dengan tidak merusak tatanan yang lain. Dan memang di sekolah dampingan ini harus kembali dibangun sebuah komunikasi aktif antarguru. Dengan komunikasi intensif antarguru akan mudah ditemukan masalah yang ada di sekolah.

Akhirnya saya berusaha untuk mengumpulkan para guru dalam sebuah situasi informal agar intensitas komunikasi mereka berjalan baik dan lancar. Caranya, dengan mengadakan acara ngaliwet.

Tradisi ngaliwet yang merupakan tradisi orang Sunda sangat ampuh untuk membuat komunikasi para guru lancar. Ketika makan liwet bersama, suasana komunikasi antarguru pun mencair, bahkan kadang dibumbui dengan guyonan dan banyolan. Pada acara ngaliwet juga sering disertakan sharing berbagai hal yang berkaitan dengan pendidikan dan program sekolah. Saat yang sama sering muncul ide-ide untuk mengembangkan beragam program.

Suasana keakraban para guru di sekolah yang tadinya kurang lancar menjadi cair. Berawal dari ngaliwet, dilanjutkan dengan rapat bersama untuk menyukseskan program sekolah. Kembali, ide-ide muncul dari para guru. Misalnya saat sekolah mencanangkan Sekolah Ramah Hijau (Green School), secara serempak mereka setuju untuk memprogramkan kepada siswa supaya membawa mangkuk makan dan gelas plastik sebagai pengganti bungkus plastik.

Selain mengadakan acara informal seperti ngaliwet, untuk menyukseskan program sekolah saya juga mencari dan mendekati guru yang berpengaruh. Ketika assessment, saya mendapati sosok dimaksud. Sebulan lamanya saya melihat gerak-gerik guru tersebut dan pengaruhnya pada guru yang lain. Setelah yakin, saya pun membidik guru tersebut untuk sebuah amanah penting demi kemajuan sekolah. Dalam Sekolah Ramah Hijau, saya mengajak para guru untuk memilih penanggung jawab program. Persis sesuai harapan, para guru sepakat untuk memilih guru yang berpengaruh tersebut untuk menjadi penanggung jawab program.

Benar perkiraan dan harapan saya. Ketika beliau jadi penanggung jawab Sekolah Ramah Hijau, seluruh guru serempak untuk bersama-sama menyelesaikan berbagai program yang telah  disusun bersama. Dari mulai membuat kebijakan sekolah berbasiskan lingkungan, pembuatan kantin anak sehat dan bank sampah, hingga pengadaan air bersih untuk lingkungan sekolah.

Sejatinya, saya hanya ingin membuat sekolah dampingan ini memiliki team work yang kuat. Ada pepatah populer yang mengatakan “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.” Dengan membuat team work yang kuat di sekolah, bisa dipastikan bahwa semua program pendidikan akan mampu terselesaikan dengan baik.

Sekolah yang memiliki team work guru yang hebat bisa menyelesaikan beragam program dan permasalahan sekolah. Salah satu contohnya adalah sebuah sekolah yang berada di Kota Bogor. Sekolah yang panas, gersang, kumuh, dan miskin berhasil mengubah diri menjadi sekolah yang rindang, asri, dan bersih berkat team work yang hebat dari semua stakeholder sekolah. Kepala sekolah yang memberikan motivasi dan keteladanan, guru-guru yang mengin spirasi para siswa, serta Komite Sekolah dan warga sekitar sekolah yang memberikan dukungan kuat, semua ini mendorong sekolah tersebut menjadi sekolah berprestasi.

Walhasil, dengan melihat permasalahan dengan jeli dan mencarikan solusi yang terbaik serta membuat team work yang hebat, langkah-langkah ini bisa menjadi solusi dalam membangun mutu pendidikan di tanah air kita tercinta. Team work merupakan sebuah keniscayaan dalam membangun peradaban sebuah bangsa. Tanpa ada kerja keras dan team work dari berbagai elemen bangsa, pendidikan di Indoensia hanya akan berjalan di tempat dan tertinggal jauh dari bangsa lain. []

[Disalin dari Buku “Bagaimana Ini Bagaimana Itu”, DD Press. Penulis: Irman Parihadin]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

shares