Bagaimana Menghadirkan Perubahan di Kelas

Bagaimana Menghadirkan Perubahan di Kelas

Namanya Pak Ali, guru baru honorer yang mulai mengajar di sebuah sekolah dasar di daerah Sorong (Papua Barat) pada awal Januari 2014. Ia mengajar di kelas 5B menggantikan Ibu Ana sebagai wali kelas. Sebagai guru baru, ia tentu butuh penyesuaian dengan warga sekolah, terutama siswa kelas 5B.

Kelas 5B terkenal anak-anak yang sulit diatur. Butuh kesabaran menghadapi beberapa anak yang sering membuat ulah di kelas. Beberapa anak yang namanya sering disebut adalah Azwar, Paulus, Soleman, Eki, Ike, dan Sandi. Yang paling tidak bisa diatur adalah Paulus. Jangankan menasihati soal disiplin, berbicara tentang sopan santun dari A-Z baginya bagaikan angin lalu. Masuk telinga kanan keluar telinga kiri.

Pekan pertama Februari, saya melakukan supervisi pembelajaran di kelas 5B. Pembelajaran dimulai tanpa apersepsi. Awal pembelajaran anak-anak serius mendengar penjelasan Pak Ali. Namun, saat mengerjakan beberapa soal dengan waktu dua puluh menit, tampak beberapa anak yang namanya telah disebutkan itu tidak fokus. Senangnya bermain, saling mengganggu, bahkan keluar kelas tanpa meminta izin.

Pak Ali sebenarnya sangat menguasai materi ajar. Tapi, metode pembelajaran ceramah membuat anak-anak didiknya mudah bo san dan kurang fokus. Eki, Azwar, Ike dan Efraim yang duduk satu kelompok semuanya tidak mampu mengerjakan soal di buku panduan siswa. Keempat anak ini bercerita hingga waktu yang di berikan selesai.

Keesokan harinya saya langsung melakukan modelling mengajar dengan fokus penekanan pada Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, dan Menyenangkan (PAIKEM). Saya menggunakan beberapa alat peraga seperti print out gambar senyum, menyiapkan post it, dan memaksakan diri menyanyikan salah satu lagu berjudul “Rasulullah” yang liriknya diubah pada beberapa bait. Kata “Rasulullah” saya ganti dengan “Pattimura”, karena saya mengajar IPS tentang Pahlawan. Apersepsi menggunakan lagu ini:

Pattimura……….

Kami anak Indonesia

Walau tak pernah melihat wajahmu

Tapi kami menyanjungimu

Tak terjangkau banyak pengorbananmu

Tak terbalas segala jasamu

Sesungguhnya engkau pahlawan muliaaaa……….

Tabahnya hatimu menempuh siksaan

Lagu yang sudah saya tulis di kertas post it dibagikan kepada siswa. Dua siswa mendapat satu lagu. Nada lagu ini agak sulit, sehingga saya perlu tiga kali mempraktikkan kemudian meminta mereka mengikuti. Hasilnya lumayan. Mereka bisa menjawab pertanyaan saya.

“Anak-anak siapa yang bisa jawab: kita akan belajar tentang apa hari ini?”

Serempak dijawab, “Pahlawan, Bu guru….”

Saya pun memberikan motivasi. Menghimbau agar anak-anak selama belajar dengan saya harus tetap tersenyum sambil menunjukkan gambar smile. Tujuan pembelajaran saya sampaikan sebelum masuk pada pembelajaran inti. Luar biasa partisipasi anak-anak saat tampil di depan kelas. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusi tentang para pahlawan dalam suasana yang menyenangkan. Mereka bebas mengeluarkan gagasan baru. Siswa yang dikategorikan sulit diatur dan tidak konsentrasi dalam pembelajaran, saya tunjuk langsung menjadi ketua kelompok agar tidak ada peluang mondar-mandir serta mengganggu teman-temannya.

Satu catatan saya saat modelling mengajar adalah Soleman. Siswa yang diyakini tidak bisa fokus belajar ini ternyata mampu berpartisipasi dalam pembelajaran. Ia bahkan menawarkan diri membantu saya untuk menempelkan hasil jawaban diskusi kelompok di papan mading kelas.

Setelah modelling mengajar, saya menunggu satu pekan lima hari untuk bisa berdiskusi dengan Pak Ali. Saya biarkan Pak Ali mengeluarkan semua keluhannya saat mengobrol di ruang guru. Arah obrolan pelan-pelan saya fokuskan pada pengenalan karakter anak-anak dan memahami cara belajar mengajar. Dua jilid buku Bangunlah Jiwanya Bangunlah Raganya yang menemani saya setiap malam sebagai “kitab dampingan” harus direlakan berpindah ke tangan Pak Ali. Toh nanti saya bisa membaca dalam bentuk PDF di laptop, pikir saya. Yang penting Pak Ali memiliki bacaannya yang mengantarkan pada perubahan.

PAIKEM menjadi titik tekan saya saat coaching. Menyarankan ke Pak Ali agar menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan bagi anak-anak. Untuk keefektifan pembelajaran, saya menyarankan agar ia menggunakan lebih dari dua metode.

Selain itu, kami juga merencanakan mengubah posisi duduk dari tradisional menjadi bentuk huruf U. Membahas reaksi anak-anak jika tempat duduk atau harus duduk berpisah dengan teman sebangku lumayan menguras tenaga. Ide saya, tiap meja harus ditempeli nama masing-masing siswa agar mereka tidak ada pilihan duduk dengan teman sebangku sebelumnya. Tujuannya untuk mengurangi kemungkinan bisik-bisik tetangga saat guru mengajar. Alhamdulillah, ide ini disambut dengan penuh semangat Pak Ali. Saya terkejut mendengar permintaan Pak Ali bahwa tidak perlu menunggu esok hari, setelah berolahraga anak-anak langsung diarahkan ke kelas untuk eksekusi rencana kami. Secepat kilat beliau menyambut ide perubahan. Luar biasa.

Saya senang melihat semangat anak-anak menyambut gagasan perubahan. Kami kemudian beraksi menggeser satu demi satu meja dan kursi. Lemari Ceruk Ilmu awalnya di dekat pintu, buku-buku tidak tertata rapi. Lemari digeser ke belakang dan ditata serapi mungkin. Ada yang berinisiatif melap meja yang masih berdebu. Dua puluh menit kemudian kelas terlihat lebih luas dan rapi. Sebelumnya bagaikan di penjara, sebab kursi disusun nyaris sampai langit-langit ruangan akibat kelebihan meja dan kursi.

Pak Ali dengan kerja kerasnya saat ini mendapati ruang kelasnya lebih menarik. Menjadi kelas percontohan Zona Membaca yang diketuai Soleman yang dulunya mendapat sebutan kurang baik. Sering sebelum bel pembelajaran pertama dimulai, saya berkeliling kelas, sampai di kelas 5B saya selalu mengingatkan anak-anak agar tetap menjaga kebersihan kelas. Bukan puas, ya sekali lagi bukan rasa puas, namun saya tidak bisa menafikan ada rasa senang di hati melihat hasil kerja keras Pak Ali. Anak-anak mulai kreatif. Ucapan selamat datang kepada para pendukung Program Pendampingan Sekolah ditulis di atas kertas, dan memenuhi dinding kelas.

Lain lagi dalam pembelajaran di kelas. Pak Ali bahkan pernah merebut seluruh partisipasi siswa. Dengan penggunaan alat peraga dan beragam motode belajar, anak-anak didik Pak Ali lebih mudah memahami apa yang diajarkannya. Bahkan mereka tanpa sadar telah men-display. Situasi pembelajaran yang awalnya dibayangi kekhawatiran akan dominannya anak-anak yang sukar diatur, kini berganti menjadi kelas yang menyenangkan. []

[Disalin dari Buku “Bagaimana Ini Bagaimana Itu”, DD Press. Penulis: Zakia Ahmad Taher]


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

shares