Bagaimana Menghadapi Siswa Superaktif?

“Di kandang kambing kita harus ngembek; di kandang ayam kita harus berkukuk; di kandang sapi kita harus ngemoh.” Kalimat ini mungkin tidak asing lagi di telinga kita. Bahkan mungkin sudah masuk ke ingatan jangka panjang memori kita. Pesan yang ingin disampaikan dalam pepatah ini adalah di mana pun kita berada, keberadaan kita hendaknya bisa diterima oleh khalayak atau sebuah komunitas. Kita harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan. Sudah tentu penyesuaian berlaku hanya dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan agama dan hukum.
Begitu juga seharusnya seorang guru, apalagi guru di sekolah dasar. Dia harus memahami dunia anak. Dunia anak-anak penuh dengan keceriaan dan banyak bermain. Konsentrasinya terbatas dan tidak lama. Kalau guru tidak memahami hal ini dengan baik, sudah bisa dipastikan pembelajaran di kelas akan gagal. Di lain pihak, anak-anak merasa tidak nyaman, karena gurunya mengajar dengan cara mengajar orang dewasa. Cara yang amat tidak disenangi oleh anak-anak, karena penuh dengan keseriusan. Akhirnya, pembelajaran pun sia-sia. Guru merasa sudah berusaha mengajar dengan maksimal, tapi hasilnya kurang memuaskan. Dia gagal memberikan pemahaman yang baik untuk anak didiknya.
Di salah satu sekolah dampingan ada seorang siswa kelas 1 yang dikenal superaktif. Tanpa risih dia bisa sewaktu-waktu menendang atau meludahi gurunya. Karena ulah satu orang murid ini, pembelajaran di kelas kerap berjalan kurang maksimal. Betapa tidak, guru wali kelas harus sibuk mengurusi anak tersebut. Sudah berbagai cara dilakukan sang guru untuk bisa masuk ke hati siswa ini. Hasilnya? Belum bisa memberikan pengaruh apa-apa. Si anak bergeming dengan ulahnya.
Pada suatu hari, wali kelas sudah angkat tangan dan tidak sanggup lagi menghadapi siswa tersebut. Akhirnya saya masuk kelas dan mengajak anak ini untuk bermain. Saya ambil sebuah benda dan saya simpan di salah satu tangan. Setelah itu, saya minta siswa tersebut untuk menebak di mana benda yang tadi berada; apakah di tangan kanan atau kiri saya.
Pertama kali dia menebak dengan malu-malu, karena belum bisa menyatu dengan saya. Saya terus mencoba mengajaknya hingga akhirnya sukses juga. Dia merasa nyaman dan enjoy dengan saya. Dari awal sampai saya bisa masuk ke dia hanya butuh waktu sepuluh menit. Waktu yang cukup singkat untuk bisa masuk.
Di akhir pembelajaran hari itu, saya mengajak sharing guru wali kelas si siswa. Saya menyampaikan trik-trik yang telah saya lakukan tadi, selain juga beberapa tips pembelajaran yang menyenangkan. Pada hari berikutnya guru wali kelas mempraktikkan langsung apa yang telah saya sampaikan, dan alhamdulillah hasilnya sukses. Pembelajaran di kelas 1 menjadi nyaman.
Dalam kasus menghadapai siswa superaktif, kunci pentingnya adalah mengerti dunia anak. Seorang guru yang memahami psikologi anak didiknya, dia akan masuk ke dunia anak sesuai dengan tahapan dan tingkatannya. Guru juga tanpa canggung ikut terlibat bermain dengan si anak. Kalau anak-anak sedang main tanah, dia ikutan main tanah. Kalau anak-anak tembak-tembakan, dia ikut main tembak-tembakan.
Kalau anak-anak di kelas sedang asyik bercerita film kartun yang dilihatnya, dia masuk dan ikut mendengarkan. Sejatinya anak-anak didik kita akan senang kalau gurunya ikut dan memberikan antusias yang luar biasa kepada mereka. Bila antusiasme teraih, terbangunlah komunikasi yang baik antara anak-anak dan gurunya. Kalau sudah demikian, inilah kesempatan yang ditunggu-tunggu guru untuk menyampaikan pembelajaran yang berkesan, dan anak-anak pun bisa menerima pembelajaran dengan baik. []
[Disalin dari Buku “Bagaimana Ini Bagaimana Itu”, DD Press. Penulis: Lahmudin]