Menantang Billy

Memegang kelas 1 SD Inpres Timika II, Mimika (Papua) begitu menguras pikiran dan tenaga saya. Salah satunya menghadapi Billy; siswa yang suka berteriak sekeras-kerasnya saat proses pembelajaran berlangsung.
Sebagai wali kelasnya, saya sering kewalahan mengatur Billy. Sering kali saya membentaki Billy supaya diam. Kebiasaan ini bertahan sampai akhirnya saya mengikuti pelatihan manajemen kelas. Untuk menenangkan siswa, bentakan bukanlah pemecahan mengatasi anak didik yang ribut atau berlarian. Dalam pelatihan yang diadakan PT Trakindo Utama dan Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa, saya dikenalkan dengan bernyanyi. Jika siswa-siswa mulai berlarian di kelas, guru mengajak mereka bernyanyi.
Pada saat penerapan awal, siswa saya tidak meresponsnya. Jika saya bernyanyi, Billy bukannya bernyanyi melainkan berteriak-teriak. Saya sempat menanyakan penyebabnya ke guru lainnya, ternyata Billy juga melakukan hal yang sama.
Saya menduga, Billy termasuk anak yang kelebihan energi di dalam tubuhnya sehingga ia begitu ekspresif dengan teriakannya. Saya harus mencari cara agar energi yang lebih itu bisa dikeluarkan. Saat saya tanya baik-baik alasannya sering berteriak di kelas. Billy pun hanya menjawab dengan tersenyum-senyum.
“Setiap bangun pagi di depan rumah berteriaklah sekuat-kuatnya, Nak.” Saya memberi usul.
“Mama marah kalau di rumah saya suka berteriak.” Jawabnya.
“Oh, mama marah ya kalau Billy suka berteriak di rumah? Tahu tidak, Ibu Guru juga marah kalau saat belajar Billy berteriak terus? Cuma Ibu Guru tidak mau pukul Billy. Apa Billy mau Ibu Guru pukul Billy?”
“Tidak mau, Bu.”
“Besok Ibu Guru bawa compeng dari rumah ya.”
“Bu Guru, compeng itu kan punya adik bayi? Hore, besok Billy jadi anak bayi!” Kata seorang siswa.
“Tidak mau, Bu Guru! Tidak mau, Bu Guru!” Timpal Billy.
“Billy kan anak pintar, membacanya sudah bagus, berhitung juga sudah bisa, kalau setiap belajar Billy berteriak terus pasti mengganggu teman-teman kan?” Balas saya.
“Billy seperti Tarzan saja: suka berteriak!” Seloroh seorang siswa.
“Tarzan kan tinggalnya di hutan, pakai baju daun lagi, masak Billy seperti Tarzan.” Ujar Billy.
“Tidak, Ibu Guru! Saya tidak mau seperti Tarzan.”
“Baik kalau begitu. Billy harus berjanji di depan teman-teman ya, Billy tidak akan berteriak lagi saat belajar.”
“Kalau terulang lagi apa yang harus saya lakukan, Bu?” Tanya Billy.
Ada bermacam-macam usulan yang diberikan oleh teman-temannya, tetapi tak satu pun yang disetujui oleh Billy. Sebagai guru kelas saya teringat dengan energi yang harus dikeluarkan Billy.
“Jika Billy melanggar, hukuman pertama menyanyikan lagu Aku Anak Pintar.”
Teman-temannya menyahut usul saya. “Sebanyak lima kali, Bu Guru!”
“Nanti capek, Bu Guru?” Protes Billy.
“Mau tidak capek?” Tanya saya balik.
“Mau, Bu Guru.” Jawab Billy.
“Kalau begitu, Billy jangan berteriak lagi saat belajar ya. Kan gampang kalua tidak mau capek.”
Akhirnya Billy pun berjanji untuk tidak berteriak. Sejak kesepakatan itu saya berlakukan di kelas ternyata ampuh efeknya. Billy sudah tidak pernah berteriak lagi. Jika siswa belum duduk teratur, saya pun selalu menyanyikan lagu Aku Anak Pintar. Ternyata dengan bernyanyi sangat efektif untuk membuat mereka fokus terhadap pelajaran. Hari-hari selanjutnya manajemen kelas sudah sangat teratur.
Terima kasih saya ucapkan kepada PT Trakindo Utama dan Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa yang selama tiga tahun mendampingi sekolah kami, yang sering melakukan pelatihan-pelatihan inspiratif sehingga membantu saya berhasil menangani siswa unik seperti Billy.
Aku Anak Pintar
(Lagu adaptasi: Aku Anak Sehat)
Aku anak pintar
otakku cerdas
karena aku rajin belajar
setiap bangun pagi
aku terus mandi
sarapan pagi dan sekolah
Seragamku bersih dan rapi
buku pensilku sudahlah siap
bila bel berbunyi
aku berbaris rapi
pelajaran sekolah
siap aku terima
[Disalin dari Buku “Bagimu Negeri, Kami Setia Mengabdi”, DD Press. Penulis: Sitty Muliaty]