Membimbing Siswa Yang Terkucilkan

Di kelas saya ada siswa perempuan bernama Bunga (bukan nama sebenarnya). Awal saya masuk dan menjadi wali kelas Bunga, anak ini selalu saja dikucilkan. Setiap hari ia hanya bermain sendiri. Teman-temannya selalu menghindar dari Bunga.
Setiap proses pembelajaran di kelas, Bunga seperti tidak leluasa dan bebas belajar. Dia seperti selalu terpojokkan. Saya yang menemukan kejanggalan ini terheran-heran.
Beberapa minggu saya mengajar, nilai-nilai ulangan harian maupun pekerjaaan rumah Bunga semua di bawah rata-rata. Satu bulan berlalu ternyata belum juga ada perubahan dalam prestasi akademisnya.
Sebagai guru yang baru kembali mengabdi dari sekolah lain, jelas saya tidak tahu kondisi siswa di SDN 2 Maluk, Sumbawa Barat (Nusa Tenggara Barat) ini. Maka, saya pun mencari informasi tentang Bunga, baik melalui teman-temannya maupun rekan-rekan guru.
Informasi yang saya dapat menyebutkan bahwa Bunga memiliki masalah cukup serius. Ia kadung dicap pembohong karena pernah mengaku-aku di hadapan teman sekelasnya sebagai orang kaya (padahal kenyataannya, untuk jajan di sekolah saja tak sanggup). Ia juga dikenal selalu mengingkari janji.
Saat yang sama, Bunga tidak begitu memerhatikan penampilannya yang tidak rapi. Akibat semua ini, tidak ada yang mau mendekati Bunga. Sekelompok belajar pun tak ada yang mau.
Saya mengunjungi rumah Bunga. Ternyata ia tinggal bersama bibi dan pamannya. Saya pun menjelaskan keadaan Bunga. Tidak lupa saya meminta izin bila ke depannya Bunga sering kerja kelompok di luar rumah.
Bersama Pendamping Sekolah dan guru-guru, kami bekerja sama memberikan perhatian khusus dan tanggung jawab, serta tak lupa selalu memberikan pujian terhadap hal baik yang dilakukan Bunga. Kami juga terus mengingatkannya agar selalu menjaga kebersihan badan. Untuk menghindarkan Bunga dari berperilaku ‘panjang tangan’, terkadang kami memberikan uang saku seperlunya.
Agar pembauran berlangsung terus-menerus, saya memberikan sanksi tegas kepada siswa yang berusaha memojokkan atau berbuat semena-mena pada Bunga. Adanya kelas literasi di sekolah amat membantu kami dalam membimbing Bunga. Adanya kelas menulis, membaca, dan pidato membuat Bunga mulai berbaur dengan teman-temannya.
Adapun untuk meningkatkan kualitas belajarnya, saya kadang meluangkan beberapa hari untuk pulang lebih sore membuka sesi untuk anak-anak bertanya atau belajar kembali, tak terkecuali bagi Bunga.
Hasil semua usaha di atas, perubahan demi perubahan mengiringi Bunga meski terkadang ada saja kendala kecil yang ikut ambil bagian. Tidak mengapa, yang penting ada perubahan dan ini harus terus ditingkatkan ke depannya agar Bunga bisa menjadi siswa yang berguna pada masa mendatang.
[Disalin dari Buku “Bagimu Negeri, Kami Setia Mengabdi”, DD Press. Penulis: Tri Wahyu Wijayanti]