Tantangan Di Ujung Pengabdian

Tantangan Di Ujung Pengabdian

Umur saya sudah hampir mendekati pensiun, yakni sudah 59 tahun. Ini berarti dua semester lagi saya akan meninggalkan dunia pendidikan, akan selesai menjadi seorang guru yang tentunya banyak suka duka telah saya
lalui.

Selama sekian puluh tahun mengabdikan diri di dunia pendidikan, tentunya kondisi fisik tak selamanya sehat. Pada akhir masa dinas, sepertinya kondisi kesehatan saya tak lagi bersahabat. Penyakit darah tinggi dan pegal linu membuat saya keluar-masuk rumah sakit. Tiap Minggu harus check up. Tapi, semua ini tak membuat saya bermalas-malasan datang ke sekolah. Pendamping Sekolah pernah menyuruh saya untuk beristirahat di rumah karena kasihan melihat kondisi fisik saya.

Namun, tegas saya katakan, “Kita dilarang sakit, Pak.” Betapa tidak, di luar soal keikhlasan mengabdi, ada sistem yang ‘memaksa’ guru-guru kelas di wilayah Luwu Timur yang sudah bersertifikasi: tunjangan sertifikasi tidak akan dibayarkan apabila sehari saja tidak masuk mengajar. Sungguh sebuah peraturan yang tidak manusiawi menurut saya. Namun, apalah daya, kami hanyalah bawahan, abdi negara yang harus patuh pada peraturan yang telanjur ditetapkan oleh pemerintah.

Pada tahun ajaran 2013/2014 saya dipercaya Ibu Kepala Sekolah untuk memegang dua kelas sekaligus, yakni kelas 2A dan 2B. Saya juga harus menerima tugas ini meski sulit karena kondisi fisik yang tak lagi sesehat dulu. Ini sebuah tantangan yang harus saya buktikan bahwa saya masih bisa berkontribusi.

Di kelas yang saya pegang, ada satu siswa yang sejak semester I lemah dalam literasi. Selain malas menulis, kemampuan membacanya juga masih sangat kurang.

Ditambah lagi ia kerap membolos saat teman-temannya masih asyik belajar dengan beralasan keluar untuk buang air. Sebagai seorang guru, saya harus bisa memecahkan permasalahan siswa bernama Julian tersebut. Saya tidak boleh mengata-ngatainya dengan ‘anak bodoh’ ataupun ‘anak nakal’. Saya tidak boleh menjadikan mental Julian down.

Sesuai pelatihan yang saya dapatkan dari Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa, guru harus merangkul anak didik. Mendidik dengan hati, mengajar siswa sepenuh jiwa, itulah guru Wawondula. Maka, hari demi hari karakter Julian saya pelajari.

Ternyata ia memang kurang perhatian dari kedua orangtuanya. Pekerjaan sang ayah tukang ojek, sedangkan ibunya buruh cuci. Karean sibuk mencari uang, tak ada perhatian serius dari kedua orangtuanya dalam mendidik Julian di rumah.

Karena tidak mungkin mengatasinya sendiri, saya pun memanggil orangtua Julian ke sekolah. Saya ceritakan keadaan dan perilaku anaknya selama di sekolah. Akhirnya, orangtuanya mau dan bersedia untuk membantu meluangkan waktunya untuk mengajar anaknya, terutama dalam membaca dan menulis.

Selama semester I, perhatian khusus pun saya tujukan ke Julian. Alat peraga berupa gambar dan tulisan berwarna selalu saya letakkan di mejanya agar mudah ia tiru. Saya memintanya untuk terus mengulang-ulang dalam membaca maupun menulis. Sudah ada sedikit perubahan setelah sekian waktu berjalan.

Sabar harus menjadi bagian pribadi seorang pendidik. Untuk itu saya berkomitmen pada semester baru ini, kemampuan membaca dan menulis Julian harus lebih meningkat. Teknik mengajar dan perhatian khusus yang saya berikan pada semester I tetap saya lanjutkan pada semester II tahun ini, plus perhatian khusus pula dari kedua orangtuanya. Saat mendekati ujian akhir semester, kemampuan membaca Julian sudah sangat baik. Dia lancar sekali membaca meski dalam hal tulisan baru sekadar bisa terbaca dan berbentuk.

Melalui beberapa pertimbangan, Julian pun dinaikkan ke kelas 3 dengan catatan kedua orangtuanya harus tetap membantu mendidiknya di rumah, dan berjanji bahwa kemajuan anaknya akan lebih baik daripada sebelumnya.

Itulah pengalaman mengajar yang cukup menyibukkan saya sebagai guru paling senior di sekolah pada tahun ini. Semoga kemampuan literasi Julian semakin meningkat saat di kelas 3 hingga akhirnya ia bisa menjadi anak yang membanggakan keluarga dan sekolahnya.

[Disalin dari Buku “Bagimu Negeri, Kami Setia Mengabdi”, DD Press. Penulis: Juliana Maria]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

shares