Dari Membosankan Menjadi Kelas Menyenangkan

Tahun ajaran 2013/2014 saya ditugasi Kepala Sekolah untuk mengampu kelas 3A. Kelas yang sama dengan tahun ajaran sebelumnya. Jumlah siswanya 48 anak, dengan 12 anak di antaranya pernah menjadi siswa saya di kelas 1.
Setelah berkenalan, saya memutuskan untuk membentuk struktur kelas, dimulai dari ketua kelas. Opsi pertama, saya menawarkan kepada siswa yang mau jadi ketua untuk mengangkat tangannya. Di luar dugaan, hampir semua anak mengangkat tangannya sebagai tanda mereka ingin menjadi ketua kelas.
Bahkan ada anak yang tanpa ragu-ragu berdiri di depan kelas agar disetujui menjadi ketua. Kelas pun jadi ribut. Setelah terpilih siswa yang menjadi ketua, kelas kembali gaduh gara-gara siswa yang gagal terpilih justru menangis! Kacau sekali kelas saya hari itu. Ribut dan gaduh juga terjadi selama proses belajar. Anak-anak teriak di sana-sini. Belum lagi masih ada siswa yang menangis saat diminta menulis karena tidak membawa pena. Lambat laun saya pun dibuat pusing; suara pun menghilang tak karuan. Entah mengapa kelas saya ini berbeda dengan tahun sebelumnya.
Satu pekan berlalu, sekolah masuk kembali. Hari pertama diawali dengan kegiatan silaturahim dengan berjabat tangan antara Kepala Sekolah, guru, dan siswa. Pekan kedua, Pendamping Sekolah kami, Bapak Ahmad Fauzan, akan menjadi model untuk mengajar di kelas 3A. Jadwal ditetapkan pada Rabu untuk modeling.
Dari modeling di kelas banyak hal yang menginspirasi saya, terutama kesadaran akan pentingnya Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Tidak pernah terpikir oleh saya sebelumnya jika RPP memudahkan guru di kelas. Setahu saya, RPP hanya sebagai pelengkap administrasi ketika ada supervisi dinas. Yang penting ada tulisan RPP, soal pelaksanaan di kelas bagaimana situasi saja. Ternyata saya salah besar. RPP justru faktor penentu bagi keberhasilan proses belajar mengajar.
Pelajaran lainnya, kelas yang baik adalah kelas yang manajemennya baik. Kelas harus punya prosedur dan peraturan sehingga kelas pun tertib menyenangkan. Anak-anak juga tidak merasa takut dan terpaksa dalam melaksanakan pembelajaran.
Sebaliknya, siswa malah akan meraskan itu semua sebagai kebutuhan. Yel-yel dan tepuk tangan adalah salah satu cara yang bisa dilakukan guru untuk mengondisikan siswa di kelas. Ada tepuk semangat, tepuk apresiasi, tepuk diam, dan yang lainnya. Dari sini saya juga belajar mengubah lagu populer dengan lirik yang penuh pesan pendidikan.
Sejak modeling di seluruh kelas 3, guru-guru kelas 3 lebih intensif lagi berbicara tentang perkembangan kelas bersama rekan-rekan guru yang lain dan Pendamping Sekolah. Obrolan di kantor saat ada kesempatan duduk bersama juga sering lebih mengarah pada perkembangan kelas. Hingga suatu hari guru-guru kelas 3 bersepakat membuat prosedur kelas.
Bermodalkan dua lembar karton dan spidol, Ibu Medi, Ibu Ece, Ibu Resti, dan saya, didampingi dan diarahkan oleh Pendamping Sekolah untuk membuat prosedur kelas. Adapun prosedur kelas 3 itu adalah:
- Siswa piket datang 15 menit sebelum bel berbunyi;
- Saat bel berbunyi siswa berbaris di depan kelas dipimpin oleh salah satu siswa secara bergantian;
- Salim dengan ibu guru, kemudian masuk kelas dengan tertib;
- Membersihkan tempat duduk masing-masing dari sampah;
- Duduk dengan rapi di tempat duduk masing-masing;
- Berdoa dipimpin oleh salah satu siswa secara bergantian;
- Siswa belum boleh mengeluarkan alat tulis sebelum diminta guru;
- Siswa yang datang terlambat:
a. Mengetuk pintu;
b. Mengucap salam;
c. Mengucapkan “Maaf, apakah saya boleh masuk?”
d. Siswa dipersilakan duduk sesuai tempat duduknya. - Siswa yang ingin bertanya, mengangkat semua jari tangan kanan;
- Siswa yang ingin menjawab, mengangkat jari telunjuk tangan kanan;
- Siswa yang ingin ke kamar mandi membentuk huruf T dengan kedua tangan;
- Sebelum pulang sekolah:
a. Merapikan alat tulis setelah diminta guru;
b. Merapikan pakaian dan sepatu;
c. Memungut sampah dan membuangnya ke tempat sampah;
d. Duduk rapi dan berdoa dipimpin oleh salah satu siswa;
e. Salim dengan ibu guru, dan keluar dengan tertib.
Selain prosedur peraturan kelas, Pendamping Sekolah juga menyarankan kami untuk membuat ‘kolom bintang kelas’. Bintang kelas diberikan\ sebagai wujud apresiasi terhadap siswa dengan berbagai kriteria. Setiap siswa berhak mendapatkan bintang jika memenuhi salah satu kriteria. Adapun kriteria tersebut adalah:
- Bintang merah: rajin ke sekolah, selama satu bulan kehadirannya di sekolah penuh;
- Bintang hijau: berani maju untuk menjawab atau melakukan perintah ibu guru;
- Bintang biru: mendapat nilai tertinggi di kelas;
- Bintang kuning: menolong teman, jujur, dan sopan;
Contoh kolom bintang kelas

Sejak prosedur ditulis, setiap guru kelas 3 mulai menyosialisasikan kepada siswanya masing-masing, untuk melaksanakan prosedur yang dituliskan. Hasilnya sangat efektif dan efisien. Kelas menjadi rapi, teratur, dan tentunya juga guru mengajar tidak asal-asalan lagi. Sebab, sudah ada RPP yang kami buat sendiri sehingga tidak lari dari tujuan pembelajaran saat mengajar.
Selain itu, tidak ada lagi ada siswa yang berhamburan di luar kelas ketika sudah jam masuk kelas. Ketika bel berbunyi anak-anak langsung berbaris rapi di depan kelas. Bahkan ada pengalaman mengharukan dari kelas 3A. Pada saat jam pelajaran berbunyi, saya dipanggil Kepala Sekolah. Dari kantor sayup-sayup terdengar siswa 3A menghafalkan perkalian dan ketika saya masuk kelas mereka sudah duduk rapi dan tertib.
Setelah prosedur dilaksanakan, peraturan juga ditetapkan bersama dengan siswa. Tujuannya agar siswa lebih memahami dan bisa melaksanakan peraturan dengan senang hati. Untuk ke depannya, dalam membuat prosedur ataupun peraturan yang berkaitan dengan kelas, saya akan mengundang orangtua siswa untuk terlibat aktif membentuk komite kelas.
Saat ini kelas saya bisa dibilang berubah 180 derajat. Dari kelas yang membosankan berubah menjadi kelas yang menyenangkan. Senangnya tidak terbilang. Ketika sampai di sekolah, siswa berebut menyambut untuk sekadar salim dan mengucapkan ‘selamat pagi’. Tidak ada lagi cerita anak-anak yang berhamburan saat ibu guru mereka berjalan menuju ruang kelas.
Saya merasakan anak-anak itu semakin dekat secara emosional. Ketika ada sesuatu yang mereka alami, pasti akan diceritakan pada gurunya. Hal ini justru positif karena tanpa disadari siswa terlatih dan terbiasa berbicara mengemukakan pendapat.
Perubahan di kelas 3 tersebut membawa atmosfer positif di SD Inpres Timika II. Kelas 4 dan kelas 5 pun mulai melaksanakan prosedur dan peraturan di kelas masing-masing. Alhamdulillah, kelas 3A dan 3B juga diberikan kepercayaan untuk disupervisi pada saat open class, sebagai bagian dari program kerja sama antara PT Trakindo Utama dan Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa.
[Disalin dari Buku “Bagimu Negeri, Kami Setia Mengabdi”, DD Press. Penulis: Susanti]