Bagaimana menjadi kepala sekolah mumpuni?

Bagaimana menjadi kepala sekolah mumpuni?

Halo Sobat Insan Pendidik, semoga selalu optimis dalam menjalankan tugas keseharian sebagai insan pendidik. Pada kesempatan kali ini kami akan berbagi berkaitan dengan bagaimana cara menjadi kepala sekolah yang mumpuni.

Kiat ini kami ambil dalam salah satu tulisan Pak Zayd Sayfullah dari pengalaman mendampingi sekolah-sekolah dampingan yang diamanahkan kepadanya. Berikut petikan pengalaman yang beliau bagikan dalam buku “Bagaimana Ini Bagaimana Itu”.

Salah satu permasalahan, dan ini bisa dikatakan sebagai akar permasalahan, di sekolah dampingan adalah tidak berjalannya fungsi kepala sekolah. Pada suatu kesempatan percakapan dengan seorang kepala sekolah, terlontar pernyataan, “Mereka (guru-guru) kan sudah besar, masak sih harus selalu ditegur dan diingatkan untuk disiplin datang ke sekolah, disiplin masuk kelas.” Itulah jawaban seorang kepala sekolah ketika ditanya tentang usahanya mendisiplinkan para guru.

Jawaban senada juga disampaikan ketika ditanya, “Pak, apakah sudah melakukan supervisi kelas dan rapat evaluasi pembelajaran?” Kepala Sekolah menjawab, “Para guru itu sudah berpengalaman, saya percaya mereka mengajar dengan baik. Jadi, tidak perlu saya supervisi dan evaluasi. Lagian kalau disupervisi nanti mereka malah tidak nyaman.”

“Ya, begini Pak. Saya sudah mengarahkan para guru untuk membuat RPP. Tapi tidak ada yang membuat. Mereka mau membuat RPP kalau ada ‘uang lelah’.” Lain lagi keluhan seorang kepala sekolah yang lain saat ditanya terkait dengan RPP guru.

Itulah jawaban-jawaban yang terlontar dari kepala sekolah ketika ditanyakan terkait fungsinya sebagai pemimpin. Mendengar itu, saya jadi berpikir, jika kepala sekolah memiliki pandangan dan sikap seperti itu, lalu buat apa ada seorang kepala sekolah?

Sejatinya seorang kepala sekolah ditugaskan di sebuah sekolah sebagai penanggung jawab terselenggaranya proses pendidikan sehingga bisa mencapai visi sekolah, dan tercapainya tujuan pendidikan. Kepala sekolah memiliki fungsi sebagai seorang Supervisor, Manajer, Inovator, Leader, Edukator, Motivator, Administrator dan eNtrepreneur. Saya biasa menyingkatnya menjadi akronim SMILE MAN.

Saya memiliki pengalaman menarik berkaitan dengan memecahkan permasalahan tidak berfungsi optimalnya peran kepala sekolah sebagai seorang manajer.

Sudah lama saya menemukan ketidakoptimalan peran kepala sekolah di salah satu sekolah di Mimika (Papua). Hingga pada suatu kesempatan saya kembali melakukan monitoring program, saya menemui Kepala Sekolah. Saya sampaikan kepada beliau bahwa sekolah yang dipimpinnya sudah menunjukkan perubahan yang baik.

Namun, perbaikan ini tidak akan bertahan lama jika beliau sebagai kepala sekolah tidak mengelolanya dengan baik. Mendengar pernyataan saya tersebut, Kepala Sekolah kemudian bertanya, “Pak, agar saya bisa mengatur sekolah ini dengan lebih baik bagaimana caranya? Mohon arahannya.”

Kemudian saya menjawab pertanyaan tersebut, “Bapak harus tegas dan jelas dalam membuat keputusan. Bapak juga harus membuat pembagian tugas yang jelas, dan mendelegasikan tugas dan wewenang kepada orang yang tepat.”

Kepala Sekolah mengangguk dan melihat ke arah saya lalu berkata, “Bapak memang betul, saya selama ini salah dalam memberikan kepercayaan kepada orang yang tidak tepat. Tapi begini, Pak, guru yang bisa dipercaya dan kompeten itu sedikit. Bahkan guru itu sudah saya berikan amanah lain. Lalu bagaimana saya harus membuat pembagian tugas, sedangkan guru yang lain tidak kompeten dan acuh tak acuh terhadap kondisi sekolah?”

“Jika guru yang lain dinilai kurang kompeten, di sinilah tugas Bapak sebagai kepala sekolah untuk membimbing mereka dalam  menjalankan tugas yang diberikan,” jelas saya. “Jika Bapak memercayakan kepada guru yang amanah, maka meskipun mereka dinilai belum mumpuni, saya yakin dengan bimbingan yang diberikan, mereka akan menjadi orang-orang yang mampu menjalankan tugas yang diberikan tersebut. Dengan memberikan kepercayaan, insya Allah ketidakpedulian sebagian besar guru akan berubah menjadi peduli.”

“Saya melihat,” lanjut saya menerangkan, “para guru sebenarnya loyal dan menunggu instruksi dari Bapak. Lihat saja pada saat pelatihan kemarin, betapa mereka percaya dan menempatkan Bapak sebagai seorang pemimpin. Nah, tinggal Bapak yang menyetir mau mengarahkan para guru tersebut ke mana. Oh iya, keteladanan Bapak juga turut berpengaruh. Jangan sampai Bapak memerintahkan sesuatu, tapi Bapak sendiri tidak melakukannya.”

Akhirnya Kepala Sekolah membuat komitmen, “Baik, Pak, mulai sekarang saya akan menata kembali sekolah ini.”

“Alhamdulillah, saya senang mendengarnya. Bapak memang orang baik yang ingin memajukan sekolah ini. Semoga sukses ya, Pak.”

Setelah perbincangan itu, Kepala Sekolah mulai menata kembali sekolah yang dipimpinnya. Salah satu kegiatan peningkatan kompetensi guru, kelas trainer, pun rutin beliau ikuti. Padahal, sebelumnya Kepala Sekolah tidak pernah hadir. Hal ini beliau lakukan untuk menumbuhkan semangat para guru sekaligus memberikan contoh yang baik kepada tim yang dipimpinnya tersebut.

[Disalin dari Buku “Bagaimana Ini Bagaimana Itu”, DD Press. Penulis: Zayd Sayfullah]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

shares