Bagaimana mewujudkan sinergi sekolah dan komite sekolah?

Halo Sobat Insan Pendidik, semoga selalu optimis dalam menjalankan tugas sebagai insan pendidik. Kali ini kami akan berbagi berkaitan dengan cara mewujudkan sinergi antara sekolah dengan komite sekolah.
Dalam mencapai suatu keberhasilan, sering kali kita lupa bahwa keberhasilan itu bisa kita dapatkan dengan mudah dengan adanya sinergi bersama banyak pihak.
Hal ini terjadi juga pada sekolah. Betapa banyak sekolah yang sebenarnya memiliki potensi untuk bisa berhasil, bahkan lebih cepat berhasil, namun akhirnya menjadi sekolah yang biasa-biasa saja. Sepi dari prestasi dan kualitas lulusan yang “sepi” juga. Hal ini dikarenakan pihak sekolah melupakan satu hal: sinergi.
Berkaitan dengan sinergi ini, ada pengalaman menarik. Pengalaman ini saya dapatkan saat saya mengunjungi sekolah-sekolah dampingan Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa.
Ketika saya mengajak berbicara tentang sinergi dengan orangtua siswa, secara khusus Komite Sekolah, kalimat yang terucap dari Kepala Sekolah adalah kalimat yang menjatuhkan. Awalnya saya berpikir persepsi negatif ini hanya ada pada Kepala Sekolah. Ternyata saya salah. Saat saya mengunjungi pengurus Komite, kalimat yang serupa pun terlontarkan. Kepala Sekolah tidak transparan dalam hal keuangan, Kepala Sekolah tidak kooperatif, dan lain sebagainya.
Kalau hubungan antara sekolah dan Komite Sekolah seperti ini, saya yakin kemajuan sekolah akan sulit direalisasikan. Hal ini karena antara Kepala Sekolah dan Komite Sekolah tidak ada sinergi atau kerja sama.
Padahal, adanya Komite Sekolah adalah untuk bisa bersinergi. Sinergi dalam upaya mewujudkan keberhasilan sekolah. Sinergi dalam mencapai visi-misi sekolah mencetak lulusan yang berkualitas. Karena tidak adanya sinergi ini, energi yang dimiliki sekolah habis (setidaknya keluar sia-sia) untuk mengurusi hal-hal yang tidak terlalu penting.
Saya mendapati sekolah dampingan di Timika, misalnya, tidak efektif dalam mewujudkan visi-misi sekolah. Hal ini dikarenakan, salah satunya, tidak adanya sinergi antara sekolah dan Komite Sekolah, secara lebih luas dengan masyarakat sekitar sekolah.
Kegiatan positif yang dilakukan oleh sekolah, terusak oleh aktivitas masyarakat lingkungan sekolah yang bertolak belakang. Ketika sekolah menggalakkan kebersihan lingkungan sekolah, masyarakat sekitar yang bermain pada sore hari di sekolah membuang sampah sembarangan dan merusak perlengkapan kebersihan yang ada di sekolah. Ketika sekolah membuat display ruang kelas, display itu pun dirusak oleh anak-anak muda yang bermain sepakbola di sekolah pada sore hari. Bahkan karena sering terjadinya kasus pencurian di sekolah, Ceruk Ilmu (pojok baca di kelas) yang akan ditempatkan di setiap sudut kelas pun akhirnya tidak bisa direalisasikan karena khawatir dicuri.
Hal inilah yang kemudian menggerakkan saya untuk memfasilitasi adanya sinergi yang baik antara sekolah dan Komite Sekolah. Namun, untuk mensinergikan sekolah dengan Komite ternyata merupakan pekerjaan yang cukup ribet. Hal ini dikarenakan kedua belah pihak sulit untuk dipertemukan dan memiliki pandangan dan kepentingan yang terlihat berseberangan. Padahal, saya melihat ada harapan terjadinya sinergi yang baik, namun belum ada pihak-pihak yang serius untuk melakukannya.
Setelah melakukan ajakan kepada Kepala Sekolah untuk melakukan pertemuan dengan pihak Komite Sekolah tidak berhasil, akhirnya saya memberanikan diri untuk menemui Komite Sekolah.
Peluang untuk mensinergikan muncul saat Program Pendampingan Sekolah memasuki tahun ketiga. Pada Oktober 2013, saya dan Pendamping Sekolah, Noly Nurdiana, mengunjungi Ketua Komite Sekolah. Tujuannya adalah dalam rangka mengaktifkan peran Komite Sekolah untuk menyukseskan segala program yang dilaksanakan oleh sekolah.
Beliau menyambut baik kedatangan kami seraya menyampaikan pandangannya tentang Program Pendampingan Sekolah yang sedang berjalan. “Saya senang melihat sekolah kita sudah berbeda jauh dari sebelumnya. Secara fisik sudah lebih rapi. Secara kualitas juga sudah ada peningkatan yang besar,” paparnya menyimpulkan.
“Ya, Pak. Peningkatan itu sudah tampak. Namun demikian, sebenarnya peningkatan itu masih berjalan lambat. Padahal, sebenarnya bisa cepat lho, Pak!” sahut saya.
“Betulkah? Lalu kenapa tidak bisa cepat?” tanya Ketua Komite yang memiliki nama Philipus Kehek ini.
“Ada satu hal yang belum berjalan,” jawab saya.
“Apakah itu?” tanya beliau.
“Belum adanya sinergi yang baik antara sekolah dengan masyarakat sekitar sekolah,” jawab saya. “Sinergi itu bisa diwujudkan dengan adanya keaktifan dari Komite Sekolah.”
Mendengar jawaban saya, Ketua Komite bercerita panjang lebar kenapa dirinya enggan untuk bersinergi. Saya mendengarkan secara langsung pandangan-pandangannya tentang sekolah dan Kepala Sekolah. Saya menyimpulkan, sebenarnya secara umum pandangannya bagus dan memiliki kepedulian yang baik. Namun, ada beberapa hal yang kelihatannya cukup sulit untuk dipecahkan, yaitu tentang transparansi sekolah dalam hal keuangan. Dalam hal keuangan ini Ketua Komite kecewa dengan Kepala Sekolah. Tidak adanya waktu yang pas untuk melakukan rapat koordinasi dengan sekolah juga merupakan kendala yang dialami selama ini oleh Ketua Komite.
Setelah mendengar penjelasan tersebut, saya sampaikan bahwa Program Pendampingan Sekolah sudah masuk tahun ketiga, namun perkembangan sekolah belum menggembirakan. Bahkan program-program yang dibuat tidak berjalan dengan efektif karena lingkungan sekitar sekolah yang tidak mendukung.
Saya kemudian mengarahkan Bapak Ketua Komite untuk fokus pada hal-hal yang lebih penting, yaitu terlaksananya kegiatan belajar mengajar dan program sekolah untuk membentuk anak-anak yang cerdas dan berkarakter secara lebih baik. Hal ini bisa diwujudkan kalau ada sinergi yang baik antara sekolah dan Komite Sekolah.
“Bapak adalah orang yang memiliki kesadaran dan kepedulian yang tinggi, alangkah lebih baiknya jika sinergi itu diinisasi oleh Bapak sebagai Ketua Komite Sekolah. Lalu Bapak mengajak seluruh pengurus Komite untuk bergerak dan melakukan sinergi dengan sekolah. Karena sekolah menanti aksi dari Bapak dan seluruh pengurus Komite untuk membantu terlaksananya program-program sekolah. Jika bukan Bapak yang jelas-jelas memiliki kepedulian, siapa lagi yang akan memulai?” Papar saya memotivasi Pak Kehek, Ketua Komite Sekolah.
“Terkait perdebatan masalah transparansi keuangan, itu kita kesampingkan dulu. Kita fokus dulu pada hal-hal yang jauh lebih penting dan urgen. Apalagi selama ini Kepala Sekolah sudah menunjukkan komitmen yang baik untuk memajukan sekolah,” tambah saya penuh semangat untuk berkontribusi dalam perbaikan sekolah ini.
Melihat keseriusan saya, Pak Kehek merespons. “Meskipun saya sering banyak agenda, tapi mulai sekarang saya akan mengambil peran dalam perbaikan kualitas sekolah ini.”
“Saya salut sama Bapak. Nah, kita sepakati saja untuk melakukan rapat dengan sekolah pada akhir Oktober 2013 ini bagaimana?” usul saya.
Lalu Pak Kehek menjawab, “Bisa, tapi tanggal 23 Oktober 2013. Karena sebelum dan sesudah tanggal tersebut saya ada tugas keluar kota.”
“Oke, Pak,” jawab saya, “Untuk teknisnya akan ditindaklanjuti oleh Pak Noly sebagai Pendamping Sekolah yang baru di sini.”
Akhirnya Komite Sekolah dengan lapang dada siap bersinergi dengan sekolah dan akan hadir pada rapat antara sekolah dan Komite Sekolah yang membahas rencana program sekolah untuk masa yang akan datang. Beliau pun akan mengaktifkan kembali seluruh pengurus Komite Sekolah.
Lima bulan kemudian, saya berkunjung kembali ke sekolah tersebut. Kini sekolah pun sudah memiliki pagar, sehingga masyarakat luar sekolah yang akan bermain di lingkungan sekolah bisa terkontrol. Pagar tersebut dibuat dengan kesepakatan antara sekolah dan Komite Sekolah. Sekolah dan Komite dapat bersinergi dan menghasilkan energi yang lebih besar untuk memajukan sekolah. Partisipasi orangtua pun semakin terlihat. Program-program sekolah dapat berjalan dengan lebih baik.
Dari pengalaman di salah satu sekolah di Timika ini, kita bisa mengambil pelajaran. Apabila di sekolah kita memiliki masalah sinergi, maka inisiasilah untuk memecahkannya, dengan pembicaraan dari hati ke hati, serta mengesampingkan hal-hal yang tidak terlalu penting.
Bila ini dilakukan, niscaya kesamaan pandangan dan gerak bisa dibentuk, sehingga energi bisa difokuskan untuk “membakar” semangat seluruh pihak terkait untuk mencapai visi misi sekolah.
[Disalin dari Buku “Bagaimana Ini Bagaimana Itu”, DD Press. Penulis: Zayd Sayfullah]