Bagaimana Menjadikan Kompos untuk Penghijauan Sekolah?

Kondisi Kota Pangkalpinang yang panas menyengat membuat kami sering kepanasan di sekolah. Tanaman yang kami tanam juga masih kecil dan perlu waktu yang lama untuk dapat menjadi tanaman peneduh di sekolah, yakni sebatang pohon belimbing tua yang bertengger tegak di depan ruang guru. Pohon yang selama ini menjadi teman akrab setiap siswa di salah satu sekolah dasar di Pangkalpinang (Bangka Belitung).
Biarpun hanya sebatang, pohon itu memberikan banyak manfaat untuk warga sekolah. Buahnya biasa dimanfaatkan guru-guru sebagai obat, atau dipetik oleh para siswa untuk dimakan. Pertama kali saya menginjakkan kaki di sekolah ini, ada seorang murid kelas 2 yang berlari menghampiri saya dan memberikan sebuah belimbing mungil yang telah masak.
Selain untuk dimakan, pohon belimbing juga tempat bermain favorit anak-anak. Bahkan mereka sering kali mengajak saya untuk piknik di bawah pohon itu. Satu lagi manfaat besar yang diberikan pohon belimbing itu adalah daun-daunnya bisa kami manfaatkan sebagai pupuk kompos asli buatan siswa SD ini. Ya, daun-daunnya yang setiap hari berguguran kami kumpulkan sedikit demi sedikit dalam sebuah tong biru besar yang nantinya daun-daun itu akan dicacah oleh anak-anak agar siap diolah menjadi pupuk kompos.
Setelah daun-daun dicacah, daun akan dimasukkan kembali ke dalam tong biru besar yang lain yang telah kami modifikasi sehingga memiliki lubang-lubang sirkulasi udara. Ada cerita seru dalam membuat lubang-lubang dalam tong itu. Kami melubangi tong besar itu dengan cara manual, yakni dengan menggunakan paku yang dibakar pada sebatang lilin secara bergantian.
Setelah dicacah dan diletakkan pada tong modifikasi, daun-daun tersebut direndam dengan air tajin atau air bekas mencuci beras yang dibawa para siswa dari rumah mereka. Air tajin ini berguna sebagai mikroba yang akan membusukkan daun-daun yang telah dicacah tadi. Selain dicampur dengan air tajin, di dalam tong juga diberi sedikit tanah agar pembusukan bisa berlangsung dengan sempurna. Tong kemudian ditutup rapat-rapat dan dibiarkan hingga menjadi kompos. Setiap seminggu sekali isi di dalam tong diadukaduk.
Proses membuat pupuk ini menyenangkan bagi para siswa. Mereka mendapat pelajaran baru secara nyata mengenai cara membuat pupuk kompos. Bukan hanya membayangkan ataupun melihat gambar seperti yang mereka pelajari selama ini, melainkan benar-benar mempraktikkan langsung cara membuat pupuk kompos yang benar.
Setelah hampir enam minggu menunggu, tiba saatnya bagi kami untuk memanen pupuk kompos yang telah kami buat. Dengan semangat kami bergegas membuka tutup tong, dan bau menyengat sampah menyeruak dari dalam tong. Alhamdulillah, bau ini menandakan bahwa kompos kami sudah jadi walaupun belum sepenuhnya jadi.
Pada panen periode pertama itu kami hanya bisa memanen empat kantong pupuk kompos. Kami membiarkan kompos yang telah setengah jadi itu benar-benar mengalami pembusukan yang sempurna, sehingga nantinya menjadi pupuk kompos yang baik.
Benar saja, beberapa minggu dari panen pertama, kompos dapat dipanen seluruhnya. Dengan semangat kami memanen kompos hingga berhasil mendapatkan sepuluh kantong ukuran satu kilogram.
Hasil dari panen pupuk kompos itu sebagian dijual, sedangkan sisanya dimanfaatkan untuk tanaman-tanaman yang ada di sekolah. Kala itu sekolah kami menerima bantuan pohon peneduh dari Badan Lingkungan Hidup Kota Pangkalpinang. Dengan adanya persediaan pupuk kompos dan pohon peneduh, kami juga berencana untuk membuat taman vertikal di sekolah. Semoga nantinya sekolah kami bisa semakin hijau dan teduh dengan banyaknya pohon rindang yang berdiri dengan subur betapapun sekolah kami sering kekurangan air. []
[Disalin dari Buku “Bagaimana Ini Bagaimana Itu”, DD Press. Penulis: Anisa Rizki Riyandini]