Bagaimana Melibatkan Siswa dalam Berorganisasi?

Lhoong, kecamatan paling ujung dari Kabupaten Aceh Besar dan berbatasan langsung dengan Lamno, merupakan wilayah terparah terkena dampak tsunami 27 Desember 2004. Bangunan rumah, sekolah, ibadah, dan fasilitas publik tersapu bersih oleh terjangan gelombang tsunami hingga rata dengan tanah. Sejauh mata memandang tak terlihat lagi bangunan berdiri kokoh, tak ada lagi pohon yang berdiri tegak sambil menggoyang-goyangkan rantingnya. Bahkan kecamatan ini sempat terisolasi karena jalanan terputus. Untuk menuju ke Lhoong, kita hanya bisa menggunakan transportasi air.
Dua tahun kurang setelah bencana dahsyat itu, SMAN 1 Lhoong resmi berdiri kembali. Lokasinya berpindah dari tempat semula. Sebelumnya sekolah ini tidak jauh dari laut, sehingga saat tsunami 2006 hancur total tanpa menyisakan bagian dari bangunan sekolah. Padahal, sekolah ini satu-satunya SMA yang berada di Lhoong. Total siswa yang bersekolah kurang lebih 300-an. Fasilitas yang dimiliki sekolah tidak kalah lengkapnya dengan sekolah-sekolah yang berada di kota besar, yakni 3 ruang laboratorium (fisika, kimia/biologi, dan komputer), 1 ruang perpustakaan berlantai 2, 8 mess guru, dan 1 lapangan multifungsi untuk basket, bola voli, dan futsal.
Setelah bangunan baru SMAN 1 Lhoong berdiri, per Desember 2006 saya ditugasi Dompet Dhuafa menjadi Pendamping Sekolah. Banyak hal yang saya temukan di awal-awal tugas. Di antaranya sekolah belum menjalankan tata tertib sebagaimana mestinya, fasilitas yang dimiliki sekolah belum sepenuhnya dioptimalkan penggunaannya, perpustakaan sekolah belum difungsikan alias baru sebatas pengambilan dan pengembalian buku pelajaran. Padahal, perpustakaan sekolah memiliki koleksi buku yang luar biasa.
Atas ketidakidealan sekolah itu saya pun memaklumi. Dua tahun pascatsunami, dengan berbagai alasan SMAN 1 Lhoong belum mampu mengoptimalkan sarana yang dimiliki. Ditambah lagi penerapan sistem sekolah yang belum berjalan. Padahal, dalam penilaian saya sekolah ini memiliki potensi besar, terutama potensi yang dimiliki oleh siswa, seperti seni suara, memainkan alat musik, seni daerah, dan olahraga.
Namun sayangnya, potensi yang dimiliki siswa belum diaktualisasikan secara terorganisasi melalui wadah organisasi siswa seperti OSIS. Untuk itulah saya berpikir bahwa kehadiran Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) di SMAN 1 Lhoong akan memberikan dampak positif bagi siswa. OSIS dibentuk untuk melatih siswa dalam berorganisasi dengan baik, dan menjalankan kegiatan sekolah yang berhubungan dengan siswa. Dengan hadirnya OSIS di sekolah, para siswa akan mendapatkan pengalaman.
Dengan demikian, potensi-potensi yang terpendam tersebut dapat muncul melalui kegiatankegiatan yang dijalankan oleh OSIS. Langkah pertama yang saya lakukan dalam rangka mewujudkan OSIS di SMAN 1 Lhoong adalah berdiskusi dengan siswa, terutama siswa kelas 2 dan kelas 3. Saya menanyakan minat dan ketertarikan mereka dengan OSIS. Saya juga meminta pendapat mereka tentang OSIS. Siswa yang saya tanya menanggapi positif jika OSIS ada di sekolahnya.
Saat itu para siswa merasa bosan karena tidak ada aktivitas yang dilakukan oleh siswa selain belajar di kelas dan mengobrol di depan kelas sambil menunggu guru datang. Jika OSIS ada, siswa memiliki saluran bakat dan minat. Mendengar jawaban positif dari siswa, saya pun berdiskusi dengan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan, Pak Azwir.
Tidak ada halangan yang berarti untuk mewujudkan OSIS SMAN 1 Lhoong. Selang beberapa hari saya dan Pak Azwir melakukan diskusi lebih intensif ke tahapan-tahapan yang harus disiapkan, di antaranya calon ketua OSIS dan susunan pengurus. Saya pun mulai mendekati beberapa siswa yang menurut saya memiliki potensi untuk menjadi ketua OSIS.
Berhubung organisasi ini baru, saya menilai perlu pendekatan personal langsung ke siswa calon ketua OSIS. Ada siswa yang menolak, ada yang mempertimbangkan, dan akhirnya ada yang mau. Melalui pemilu sederhana akhirnya terpilihlah ketua OSIS yang baru. Saya pun memenuhi janji saya, yakni akan membantu sepenuhnya sang ketua OSIS.
Saat OSIS terbentuk, aktivitas yang dilakukan di antaranya mengadakan lomba kebersihan kelas, dan menyelenggarakan acaraacara keagamaan. Awalan yang baik meskipun belum ideal, karena masih sebatas melakukan acara-acara seremonial. Lomba kebersihan dilaksanakan setelah ujian semester berakhir.
Satu hal yang membuat saya takjub adalah keterlibatan seluruh siswa dalam mewujudkan kelas yang bersih dan indah. Jika dilihat sehari-sehari, ruang-ruang kelas yang ada di SMAN 1 Lhoong tidaklah begitu bersih. Sampah makanan menumpuk di kolong meja, dan berserakan di depan kelas. Masing-masing kelas bekerja sama membersihkan jendela, lantai, dan coretan-coretan di dinding.
Selain itu, mereka pun berinisiatif menambahkan keindahan kelas dengan tanaman, taplak meja, vas bunga, dan jam dinding. Kegiatan bersihbersih telah selesai dilakukan, saatnya penilaian. Tim penilai pun mulai menjalankan tugasnya. Setelah tim penilai berdiskusi, akhirnya diputuskan tiga kelas terbaik. Pengumuman pemenang lomba baru akan diumumkan esok harinya.
Beberapa hari sebelumnya, saya dan beberapa pengurus OSIS membuat janji di kota Banda Aceh untuk membeli hadiah yang tepat untuk para pemenang lomba. Kami pun belanja dengan semangat dan setiap barang yang kami belanjakan selalu dihitung agar tidak melebih alokasi anggaran. Keakraban di antara saya dan pengurus OSIS pun terjalin dengan baik.
Satu hal pelajaran yang dapat diambil dari pengalaman saya membersamai pembentukan OSIS adalah pentingnya dukungan dari guru atau sekolah. Siswa tidak bisa dibiarkan untuk berinisiatif atau memikirkan sendiri agar organisasi ini berjalan. Siswa membutuhkan dukungan berupa aksi nyata. Jadi, tidak hanya sebatas kata-kata atau suruhan semata. Memilihkan dan membeli hadiah lomba bersama merupakan salah satu contoh aksi nyata yang bisa kita berikan.
Selain itu, membangun komunikasi informal bersama pengurus OSIS (seperti mengobrol bersama di warung, pasar atau di mess tempat saya tinggal) merupakan cara saya untuk memberikan pengarahan kepada para pengurus dalam berorganisasi. []
[Disalin dari Buku “Bagaimana Ini Bagaimana Itu”, DD Press. Penulis: Rina Fatimah]