Emmeng Memang Bisa

Mendidik anak sekolah dasar tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Butuh keahlian khusus untuk menjalaninya. Jika seorang guru berhasil mendidik siswa di kelas unggulan, prestasi ini sebetulnya biasa saja. Guru yang luar biasa adalah yang mampu mengubah pola pikir siswa, meningkatkan prestasi siswa, ataupun mengatasi ‘kenakalan’ siswa yang duduk di kelas ‘bermasalah’.
Di SDN 264 Wawondula, Luwu Timur (Sulawesi Selatan), kelas 1C kadung dikenal sebagai kelas penuh masalah. Di antara para penghuni kelas 1C, ada seorang siswa bernama Emmeng. Dilihat sepintas, anaknya tampak normal seperti teman-temannya. Namun, di balik wajah mungilnya ternyata ada penyakit yang bersarang di otaknya. Ia divonis mengalami kelainan otak yang membuat daya nalarnya lambat untuk menerima pelajaran.
Wali kelasnya sering curhat ke saya, “Pak, itu Emmeng susah sekali. Kasihan belajarnya, sudah lambat menerima pelajaran, tidak mau pula menulis kalau disuruh menulis. Gemetarki tangannya kalu menulis.”
Ditanya seperti itu, saya pun bertanya balik. “Jadi, bagaimanami carata untuk menangani anak seperti ini? Adaji yang kita perbuat, Bu?”
“Sudahmi, Pak, saya sudah kasimi perhatian khusus, misalnya saya temani duduk belajar, saya tuliskanmi juga contoh kalimat di bukunya, supaya gampang dicontoh. Tapi kalau saya tinggalkan lagi, tidak maumi lagi menulis. Aduh pusingka, Pak, hadapi anak seperti ini.” Jelas Wali Kelas.
“Selain itu, Pak, saya sudah panggilmi orangtuanya ke sekolah. Ternyata si Emmeng ini sudah ada guru privatnya, tapi hasilnya tidak terlalu memberi dampak yang banyak.” Lanjut Wali Kelas.
“Oh begitu ya, Bu, nanti minggu ini kita sama-sama mengajar di kelasta. Ibu yang fokus ke semua siswa, saya fokus ke Emmeng. Oke?” Usul saya. Setelah diskusi dengan wali kelasnya, saya kemudian berpikir mencari cara untuk mengatasi masalah Emmeng. Sudah punya les privat, sudah ada perhatian khusus dari wali kelas, terus saya harus bagaimana? Jadi ikut pusing pula memikirkan Emmeng.
Beberapa hari kemudian, SAYA teringat bahwa Allah itu Mahabaik. Segala
permasalahan pasti ada jalan keluarnya, tak terkecuali buat Emmeng. Terngiang kembali materi-materi saat saya mengikuti training di Bogor dulu ditambah lagi ilmu yang telah saya peroleh saat beberapa kali pelatihan bersama Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa di sekolah dampingan. Semua ilmu itu saya ramu jadi satu dengan menyusun teknik dan taktik ala tematik.
Perlahan tapi pasti, inilah tekad saya untuk Emmeng tercinta. Semoga kelak Emmeng dapat sukses sebagaimana harapan orangtuanya memilih sekolah ini menjadi tempat belajar.
Hari itupun tiba. Saya bergegas masuk ke kelas 1C bersama wali kelasnya. Saya pun langsung menyapa semua siswa. “Pagi semua anak-anak hebat! Mana suaranya?”
Mereka pun sontak menyahut, “Pagi, Pak!”
Hanya Emmeng yang terlihat diam di bangkunya. Saya pun mempersilakan Wali Kelas untuk melanjutkan pelajaran. Dan sesuai kesepakatan kami, saya akan fokus ke Emmeng.
Berbekal senyum 227 saya pun menghampiri Emmeng. “Emmeng sebelum ke sekolah sarapan enggak?”
Dia hanya mengangguk. Saya pun bertanya kembali, “Emmeng mau enggak kalau Pak Guru ajak jalan-jalan keliling sekolah? Mau ya?”
Dia pun langsung menjawab, “Mau Pak.”
“Tapi jalan-jalannya sekitar sekolah saja ya, dan harus bawa buku dan pensil.” Kata saya.
Emmeng pun berdiri. Kami kemudian bergegas meninggalkan kelas, dan berjalan-jalan mendekati perpustakaan sekolah. Suasana perpustakaan sepi karena semua siswa tengah belajar di kelasnya masing-masing. Saya berharap dalam suasana seperti ini tak ada yang mengganggu konsentrasi Emmeng untuk belajar bersama saya.
Saya mengajak Emmeng untuk bercanda dan bertanya tentang kesukaannya. Setelah terlihat menikmati, mulailah saya masuk untuk mengajaknya belajar menghitung dengan jari-jarinya. Ini saya lakukan agar dalam menulis tangannya tidak gemetar lagi. Jadi, perlu pembiasaan untuk melenturkan otot-otot tangannya yang masih kaku.
“Emmeng, coba lihat Pak Guru. Tangannya diangkat, Nak. Jari-jari Emmeng ada berapa ayo?”
Dia pun mulai menghitung. Berbeda dengan kemampuan membaca dan menulisnya yang masih kurang, dalam berhitung ia sudah bisa.
“Ada sepuluh….”
“Wah ternyata anak Pak Guru pintar ya. Coba dikepal tangannya, Nak. Coba dibuka lagi, terus dikepal lagi.” Perintah ini saya berikan berulang-ulang selama beberapa menit dengan harapan otot-otot tangan Emming lentur dan tidak kaku saat menulis. Setelah itu saya menuliskan contoh kalimat di bukunya.
“Nah, coba anak Pak Guru yang pintar nulis ya seperti ini.” Saya juga menuliskan kata-kata atau angka di punggungnya.
Pendekatan ini beberapa bulan saya praktikkan, begitu pula oleh guru privatnya. Alhamdulillah, setelah ujian kenaikan, Emmeng lulus.
“Emmeng ternyata bisa!” Tegas wali kelasnya saat menyampaikan kondisi anak didiknya saat rapat kenaikan kelas di hadapan guru-guru dan kepala sekolah. Emmeng memang sudah mau menulis, tulisannya pun mulai berbentuk. Dia juga sudah mengenal semua huruf dari A sampai Z. Rasa syukur dan haru mendengar berita ini, ditambah lagi, tahun ini begitu istimewa bagi saya karena guru-guru bilang, “Barusan tahun ini, Pak, semua siswa naik kelas.”
[Disalin dari Buku “Bagimu Negeri, Kami Setia Mengabdi”, DD Press. Penulis: Muslimin]