Rona-Rona Membersamai Siswa

Rona-Rona Membersamai Siswa

Menjadi guru sudah pasti bakal memiliki segudang cerita. Itu pula yang saya alami saat menapaki bulan keenam sebagai guru. Saat itu saya sudah
beradaptasi dengan anak-anak dan lingkungan sekitar.

Di kelas 1 ada seorang anak yang tinggal kelas. Meski bukan saya yang menjadi wali kelasnya, anak itu cukup menyita perhatian saya. Mengapa? Karena setiap hari ia selalu diantar dan ditunggu oleh tantenya yang seorang tunawicara.

Saya kasian melihat Inah, sang tante, yang harus menunggui keponakannya sampai pelajaran berakhir. Akibatnya, Inah tak bisa melakukan kegiatan apa-apa. Padahal, jam menunggu keponakannya bertepatan dengan aktivitas kebanyakan warga Tabalong masa itu, yakni bertani atau menyadap karet. Saya bertambah iba pada Inah setelah mendengar informasi bahwa orangtua si anak itulah yang memaksanya untuk tetap
di sekolah. Kalau Inah menolak, ia akan dimarahi oleh orangtua anak itu yang tak lain adalah kakaknya. Anak tersebut sangat disayang orangtuanya karena anak tunggal.

Bersama teman-teman guru dan siswa lainnya kami perlahan membujuk anak tersebut untuk pergi bersama ke sekolah dan tidak diantar sang tante. Bagaimanapun juga ia sudah besar. Apalagi di samping rumahnya persis ada teman sekelasnya sehingga bisa berangkat dan pulang bersama.

Beberapa hari kami bujuk ternyata tetap saja hasilnya. Ia masih diantar dan ditunggu sang tante. Saat sudah kehabisan akal untuk membujuknya, tiba-tiba saya teringat dengan lagu anak TK yang pernah saya dengar. Lalu lagu tersebut saya nyanyikan untuk anak tersebut dengan mengubah liriknya.

“Ada helikopter jalannya berputar-putar, Bayah pintar sekolah tak diantar….” Saya pun meminta semua siswa menirukan nyanyian saya. Mengejutkan hasilnya! Beberapa hari kemudian anak itu ke sekolah bersama temannya. Tidak ada lagi tantenya yang mengantar.

Alhamdulillah, akhirnya usaha kami berhasil. Ada rasa senang atas perubahan ini. Memang benar bila dikatakan bahwa guru-guru perlu kreasi dalam mengatasi berbagai persoalan anak didik. Saat ini Bayah sudah menginjak kelas 1 SMA. Ia termasuk siswa yang rajin mengirimkan SMS ke saya, sekadar menanyakan kabar.

Cerita kedua tentang salah satu siswa SDN 01 Padang Panjang, Tabalong (Kalimantan Selatan). Kala itu saya ditunjuk menjadi wali kelas 6. Sebuah beban tersendiri untuk saya karena saya bertanggung jawab mengantarkan mereka pada gerbang kelulusan.

Dari 17 siswa, ada satu anak yang sering tidak masuk kelas. Saya sudahm meminta bantuan orangtuanya agar mau ke sekolah. Rekan guru yang lain juga saya minta bantuannya untuk mengarahkan anak tersebut. Berhasil, anak itu kembali ke sekolah.

Sayangnya, kehadirannya tidak bertahan lama. Ia kembali bolos. Tidak hanya saya selaku wali kelasnya, guru-guru bahkan Kepala Sekolah pun turun tangan. Kami membujuknya untuk mau ke sekolah. Bagaimanapun juga ia sudah di depan pintu ke lulusan. Amat sayang bila ia harus berhenti sampai di situ.

Hasilnya, anak itu kembali ke sekolah. Lagi-lagi, anak itu tidak memunculkan batang hidungnya di sekolah. Berhari-hari pula. Kabarnya, ia pergi ke luar kota. Orangtuanya tak bisa berbuat apa-apa untuk membujuk anaknya. Banyaknya masalah yang ia alami mungkin tak bisa membuatnya bertahan untuk melanjutkan sekolah. Apa boleh buat, saat kelulusan tiba, hanya dia yang tak lulus.

Gagalnya satu siswa terasa bagai pukulan berat bagi saya pribadi, dan bagi sekolah tentunya. Saya bertekad untuk masa mendatang tidak ada lagi kejadian semacam itu. Tapi, Allah berkehendak lain. Kembali dipercaya menjadi wali kelas 6, kejadian tiga tahun lalu tersebut terjadi lagi. Dari 19 siswa, ada satu anak yang juga sering bolos. Pelbagai cara sudah saya lakukan.

Saat mendekati ujian sekolah, saya kesekian kalinya mendatangi orangtuanya agar sang anak ikut ujian dan berharap bisa lulus bersama teman-temannya. Alhamdulillah, sang anak mau datang ke sekolah sampai pelaksanaan ujian. Saat pengumuman kelulusan, saya senang karena ia satu di antara siswa yang lulus dengan nilai yang cukup baik.

[Disalin dari Buku “Bagimu Negeri, Kami Setia Mengabdi”, DD Press. Penulis: Ekai Raihani]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

shares