Siswa Yang Bersembunyi

Ada satu orang siswa kelas 1C yang selama seminggu tidak pernah masuk di kelas untuk belajar bersama-sama temannya. Awalnya saya mengira anak tersebut sakit sehingga tidak masuk sekolah. Masalahnya, bila ia benar sakit, harusnya ada kabar dari orangtuanya. Hari kedua, anak tersebut tidak hadir lagi dan masih tanpa kabar dari orangtuanya. Nomor telepon kedua orangtuanya tidak aktif sehingga saya tidak bisa mengonfirmasi. Sampai hari keenam, belum juga ada kabar anak tersebut masuk sekolah.
Hari itu Sabtu, saat bel berbunyi tanda istirahat jam pertama, saya pun bergegas menuju ruang guru. Sudah menjadi rutinitas harian di sekolah kami di setiap jam istirahat semua guru berkumpul di ruangan untuk minum teh sambil menikmati beberapa potong kue dari Tante Sambalu, salah satu pedagang kue langganan sekolah. Sebelum sampai di ruang guru, beberapa siswa kelas 5 datang menghampiri saya, dan memberi informasi yang selama enam hari ini saya tunggu-tunggu.
Saya terkejut bukan main. Seperti mendengar petir di siang bolong, kaget campur kesal, rasanya ingin menangis karena selama beberapa hari bingung memikirkan kabar anak tersebut. Takutnya betul-betul sakit parah, ternyata ia bersembunyi di belakang mushala.
Ternyata anak itu setiap hari berangkat ke sekolah, tetapi hanya bersembunyi di mushala sembari menunggu jam pulang sekolah agar orangtuanya tidak curiga.
Memang lokasi mushala di sekolah kami berada di sudut sekolah dan berjauhan dengan kelas 1C sehingga anak tersebut tidak terlihat oleh guru bahkan teman-temannya sekalipun. Kebetulan hari itu ada siswa kelas 5 yang juga masih saudara anak yang suka bolos itu memergokinya. Begitu tahu ada saudaranya, anak yang bolos itu kabarnya langsung mengambil lari langkah seribu.
Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Berdasarkan informasi yang diberikan oleh saudara anak itu, saya pun memanggil orangtuanya agar datang ke sekolah menemui saya pada awal pekan berikutnya.
Saat Senin tiba, siswa yang suka bolos itu tiba-tiba masuk sekolah. Saya pun datang menghampirinya dan menanyakan kenapa selama ini tidak masukn sekolah.
Yang ditanya hanya bungkam. Tak lama kemudian, ibunya pun muncul. Setelah saya persilakan duduk, saya pun menjelaskan semuanya. Ibunya kaget karena setiap harinya hanya tahu bahwa sang anak selalu berangkat ke sekolah dengan berpakaian seragam lengkap berikut tasnya, dan saat pulang pun pada jam pulang sekolah. Tetapi, si ibu memang pernah heran kepada anaknya karena saat memeriksa bukunya selalu kosong tanpa coretan sedikit pun.
Setelah kejadian itu, si ibu berjanji akan memerhatikan anaknya. Hari-hari berikutnya saya lihat anak itu mulai rajin lagi ke sekolah dan tidak pernah lagi bersembunyi di mushala. Ada lagi perubahan yang lain, tugas-tugas yang saya berikan juga selalu dikerjakannya dengan baik.
[Disalin dari Buku “Bagimu Negeri, Kami Setia Mengabdi”, DD Press. Penulis: Fitri Dalipang]