Mengubah Sikap Malas Siswa

Mengubah Sikap Malas Siswa

Suka duka menjadi keseharian saya selaku guru kelas bagi 52 siswa dengan bermacam-macam karakter. Apalagi yang ditangani adalah kelas 2, lumayan pusing kepala ini.

Di balik kerumitan yang ada, canda tawa anak-anak didik selalu menjadi inspirasi tersendiri bagi saya dalam menjalani tugas sebagai seorang guru honor. Kesulitan yang selama ini saya alami adalah mengatasi masalah kehadiran siswa. Ada beberapa siswa saya yang jarang masuk sekolah.

Akibatnya, saya selalu merasa tidak tenang, seakan-akan ada beban yang belum dituntaskan. Berbagai cara pernah saya upayakan agar dapat menyelesaikan masalah ini. Ada lima siswa yang tidak pernah hadir ke sekolah. Setiap hari saya selalu bertanya kepada siswa yang lain. Saya terkejut dengan jawaban siswa.

“Bu Guru, mereka selalu datang ke sekolah, tetapi tidak masuk ke kelas.” Mendengar jawaban itu, saya mulai mengintrospeksi diri sendiri dan selalu bertanya-tanya dalam hati. Mengapa kelima murid ini tidak pernah masuk kelas? Kira-kira apa penyebabnya? Sebenarnya apa yang terjadi dengan mereka? Ataukah cara pengelolaan dan manajemen kelas saya kurang menarik perhatian mereka? Kalau masalahnya ada pada manajemen kelas, mengapa mulai dari awal masuk sekolah mereka sudah tidak pernah datang ke kelas?

Alih-alih terlalu menyalahkan diri sendiri, saya pun mencari tahu sendiri penyebab kelima anak tersebut tidak pernah masuk ke kelas.

Keesokan harinya sebelum bel berbunyi, saya memanggil beberapa siswa untuk bersama-sama mencari kelima teman mereka. Hasilnya, hari itu kami berhasil mendapatkan dua anak; tiga anak lainnya memilih lari karena sudah mendengar lebih dulu dari temannya yang lain bahwa mereka sedang saya cari.

Kedua siswa yang sudah ditemukan itu langsung saya bawa masuk ke kelas. Saya kemudian mendekati dan menanyai kedua anak itu tentang sebab-sebab mereka tidak pernah masuk kelas. Mereka pun bercerita.

Sebenarnya tidak ada masalah berat yang menyebabkan mereka berlima setiap hari bolos. Mereka hanya butuh seorang guru yang betul-betul menganggap mereka sebagai anak sendiri, dalam arti mereka ingin perhatian lebih atau khusus. Apalagi dari kelima siswa yang tidak pernah masuk sekolah itu ada anak-anak asli Mimika yang betul-betul butuh perhatian khusus dari gurunya.

Saya bersyukur sekali mendapatkan pendampingan dari Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa yang senantiasa dengan sabar memberikan materi, saran, dan motivasi kepada saya dan rekan-rekan guru SD Inpres Timika II, Mimika (Papua). Yang mereka berikan itulah yang menjadi acuan bagi saya dalam mengatasi persoalan anak tidak masuk ke sekolah. Untuk menarik perhatian siswa yang awalnya sering membolos, saya selalu memberikan perhatian, nasihat, dan motivasi khusus.

Harapannya, mereka benar-benar memahami dan tidak mengulangi perbuatan membolosnya. Setelah mendapatkan bimbingan khusus dari saya sebagai guru kelasnya, kedua anak tersebut sedikit demi sedikit sudah mulai berubah. Bahkan sampai sekarang mereka berdua sangat rajin ke sekolah untuk belajar. Bagi mereka berdua, sekolah menjadi urutan pertama. Kedua siswa saya tersebut adalah Melianus Dimbau dan Lucky, anak-anak suku Moni.

Tidak hanya bersemangat ke sekolah, Melianus dan Lucky banyak membantu saya dengan informasi-informasi berharganya. Dari keduanya saya mulai belajar banyak hal tentang cara-cara mendekati siswa yang tidak aktif di dalam kelas ataupun siswa yang malas ke sekolah.

Untuk membuat suasana kelas tidak membosankan, saya rutin mengganti tempat duduk siswa. Saya juga menata pembagian tempat duduk siswa di kelas.

Untuk menghindari perkelahian di kelas, biasanya saya atur laki-laki dan perempuan duduk di meja yang sama. Mengapa saya harus lakukan demikian? Karena kalau mereka tidak duduk ‘berpasangan’ akan muncul banyak masalah. Mereka pasti tidak serius mengikuti pelajaran, tapi justru sibuk bermain yang kadang akibatnya fatal: berkelahi. Adapun untuk menangani siswa yang malas ke sekolah, saya selalu menempatkan mereka di posisi terdepan. Tujuannya agar mudah terjangkau lantaran mereka butuh perhatian ekstra.

Saya senang, meski hujan mengguyur ataukah panas menyinari, Melianus dan Lucky selalu hadir. Saya sangat bahagia melihat keduanya kini. Saya merasa bersyukur kepada Tuhan karena mereka berdua tidak pernah malas sekolah lagi. Sekarang mereka sudah naik ke kelas 3. Saya pun berpesan kepada keduanya agar tidak lagi malas.

“Ingat, kalau kalian ingin pintar dan sukses, kuncinya adalah harus rajin ke sekolah dan ingat belajar.” Tandas saya kepada mereka berdua.

Lain halnya dengan tiga teman mereka. Mereka tidak pernah masuk sekolah. Barulah saat ulangan kenaikan kelas, mereka muncul. Sungguh sayang, mereka tidak bisa saya bimbing secara khusus. Tanpa bisa ditoleransi lagi akhirnya mereka bertiga terpaksa saya tinggalkan di kelas 2. Lebih baik mengulang lagi di kelas 2 daripada dipaksakan naik ke kelas 3. Bagaimana mau naik kelas, membaca dan menulis saja tidak bisa.

Saya juga memberikan pengertian kepada orangtua ketiga siswa itu agar menerima putusan saya untuk tidak menaikkan anak-anaknya. Saya ingin membimbing mereka secara khusus sebagaimana pernah diberikan kepada Melianus dan Lucky. Saya ingin, semua siswa saya berhasil dan menjadi anak pintar. Sayangnya, sampai sekolah masuk kembali, baru dua anak yang sudah masuk ke kelas. Seorang anak lagi, saya belum mendapatkan informasi yang pasti. Saya berharap, semoga saja esok hari nanti ia masuk.


[Disalin dari Buku “Bagimu Negeri, Kami Setia Mengabdi”, DD Press. Penulis: Agustina K.]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

shares