Menjadi Guru Penebar Manfaat

Menjadi Guru Penebar Manfaat

Sungguh luar biasa manfaat yang didapat SDN 003 Sangatta Utara, Kutai Timur (Kalimantan Timur) dari program pendampingan tiga tahun yang diadakan PT Trakindo Utama dan Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa.

Program Sekolah Ramah Hijau mengantarkan sekolah kami menjadi Sekolah Sehat dan Hijau peringkat kedua se-Kabupaten Kutai Timur, dan meningkat menjadi Sekolah Adiwiyata Provinsi. Kegiatan membatik dan keramah-tamahan menjadi kekhasan sekolah kami. Ceruk Ilmu menjadikan tiap kelas memiliki perpustakaan mini. Yang tak kalah seru adalah pelatihan- pelatihan yang diselenggarakan setiap tiga bulan sekali, dengan materi-materi yang sangat bermanfaat bagi kami dalam meningkatkan kemampuan mendidik siswa.

Dalam setiap pelatihan ada yang saya sangat nantikan, yaitu adanya ice breaking. Ice breaking membuat kelas pelatihan menjadi hidup. Dan ice breaking yang dibawakan oleh para trainer muda Makmal Pendidikan sungguh amat menarik. Tidak berlebihan jika saya simpulkan bahwa pelatihan-pelatihan yang pernah saya dapat tidak semenarik dengan pelatihan yang dibawakan oleh tim Makmal Pendidikan.

Di antara pelatihan bersama Makmal Pendidikan, manajemen kelas begitu berkesan setelah diterapkan di kelas. Manajemen kelas adalah kemampuan seorang guru dalam mengelola kelas. Penciptaan kelas yang nyaman mengacu pada penciptaan suasana atau kondisi kelas yang memungkinkan siswa dalam kelas tersebut dapat belajar efektif. Untuk menciptakan suasana kelas yang menyenangkan tentu tidak terlepas dari sikap guru terhadap anak didik.

Saya berusaha agar kehadiran di kelas dapat menciptakan suasana yang menyenangkan terhadap anak didik. Kegiatan sederhana yang biasa saya lakukan adalah ketika pertama masuk kelas memulai dengan senyuman, berdoa bersama, dan menanyakan kondisi mereka. Setelah itu, sebelum memulai pelajaran, tak lupa saya sisipkan ice breaking agar suasana kelas lebih hidup. Terkadang mereka yang saya minta memimpin ice breaking.

Dalam bergaul dengan anak didik, saya memosisikan diri tidak hanya sebagai guru, tapi juga sebagai orangtua dan sahabat mereka. Dengan orangtua murid pun saya selalu menjalin komunikasi yang baik. Dengan komunikasi dengan orangtua, saya tahu lebih tentang anak didik sehingga jika ada permasalahan di sekolah, sedikit-banyak saya tahu latar belakang anak didik berbuat seperti itu.

Pujian juga selalu saya berikan terhadap usaha yang mereka lakukan di sekolah. “Luar biasa”, “hebat”, “mantap”, “anak cerdas”, dan kalimat pujian lainnya saya berikan sehingga membuat mereka lebih bersemangat. Efeknya, walau kadang hasil yang didapat belum maksimal, mereka bangga karena merasa dihargai.

Perjalanan selama tiga tahun pendampingan tidak lengkap rasanya bila tidak menceritakan pengalaman saya bersama anak-anak didik tercinta. Ada siswa bernama Yohanis Bow, atau akrab dipanggil Yono.

Satu minggu menghadapi Ujian Nasional, tiba-tiba saya ditelepon orangtua Yono dari Flores. Yono diminta untuk segera pulang ke Flores karena sang ibu sakit keras. Kedua orangtuanya awalnya hanya menjenguk keluarga yang ada di Flores.

Ternyata sampai di sana, ibu Yono jatuh sakit. Karena faktor biaya, mereka tidak dapat kembali ke Sangatta. Saya bingung bagaimana harus memberi tahu Yono. Besoknya ayah Yono kembali menelepon dan memberitahukan bahwa anaknya pun sudah tahu kondisi sang ibu.

Sebagai seorang guru, saya tidak ingin anak didik saya putus sekolah hanya karena tidak mengikuti UN. Jarak Kutai Timur dan Flores sangat jauh. Tapi, saya juga tidak bisa menahan Yono untuk bertemu ibunya. Kepada sang ayah saya hanya bisa memberikan solusi. Pertama, pulang dan mengikuti UN tahun depan. Kedua, tetap bertahan mengikuti UN sampai selesai, tapi jika ada hal yang tidak diinginkan terjadi dengan ibunya, baik Yono maupun keluarga harus tabah dan ikhlas. Untuk menjaga Yono, ia bisa tinggal bersama Pak Daniel, salah satu guru SDN 003 Sangatta Utara, dengan pertimbangan rumah beliau dekat sekolah.

Ternyata Yono dan ayahnya ikhlas dengan apa pun yang terjadi asalkan Yono bisa menyelesaikan sekolah. Sungguh suatu pengorbanan yang luar biasa!

Satu hari sebelum UN, ayah Yono menelepon kembali, mengabarkan bahwa ibu Yono meninggal dunia. Ternyata Yono anak yang tegar. Setelah selesai ujian, Yono berangkat sendiri ke Flores berbekal tiket dari kakaknya dan dana sosial yang dikumpulkan pihak sekolah. Ketika perpisahan kelas 6, betapa sedihnya kami karena semua siswa diwisuda; hanya Yono yang tidak hadir.

Hari pun bergulir cepat. Walau terpisah jarak, Yono masih sering menelepon atau mengirim SMS, menanyakan keadaan saya yang pernah menjadi wali kelasnya.

Setahun lebih telah berlalu, suatu malam saya mendapat SMS dengan bunyi begini:

“Ibu sekarang aku naik kelas 2 SMP, by Yohanis Bow.” Saya membaca SMS Yono. Sebagai guru saya hanya bisa berdoa semoga apa yang dicita-citakan Yono tercapai.

Lain Yono lain dengan siswa saya yang bernama Fitrah Hafzhaly. Dia pindahan dari salah satu sekolah di Sangatta Utara. Ketika itu saya menjadi guru kelas 5B. Sebenarnya Fitrah anak yang cerdas, namun terkadang ia seperti orang yang bingung di kelas dengan pandangan mata kosong. Terkadang ia mengganggu teman-temannya. Selain itu, hampir semua guru yang masuk di kelas 5 mengeluhkan sikap Fitrah yang tidak mau mengerjakan tugas.

Beberapa hari mengamati sikapnya, saya pun menghubungi orangtuanya. Ternyata Fitrah menderita penyakit, yakni adanya keretakan pada tengkorak kepala akibat tanpa sengaja terpukul temannya di sekolah sewaku masih kecil. Dia tidak bisa dipaksa atau menerima pelajaran jika situasi kelas tidak nyaman baginya.

Setelah mengetahui latar Fitrah, saya pun selalu berusaha agar ia merasa nyaman dengan situasi kelas. Salah satunya dengan kegiatan ice breaking yang pernah saya dapat dari pelatihan Makmal Pendidikan. Hasilnya, ia mulai nyaman menerima pelajaran di kelas dan tidak mengusili teman temannya. Siswa kelas 5B khususnya, sudah menerima kondisi Fitrah setelah saya beri pengertian tentang kondisi teman barunya itu. Saya juga berusaha menjadi guru sekaligus sahabat dan orangtua bagi Fitrah tanpa mengesampingkan siswa-siswa yang lain.

Yang luar biasa, apa pun tugas yang saya berikan di sekolah, Fitrah selalu berusaha menyelesaikannya kendati teman-temannya sudah istirahat. Dia tidak akan mengumpulkan tugas jika belum selesai. Perkembangan Fitrah selalu saya komunikasikan dengan orangtuanya walau terkadang hanya lewat telepon.

Saya tidak pernah berpikiran kalau Fitrah anak yang susah diatur. Pikiran positif pada anak ternyata berdampak positif. Akhir semester lalu, betapa bangganya Fitrah memperlihatkan nilai IPA-nya yang mendapat 7,92. Itu adalah pencapaian yang luar biasa.

Hal sederhana yang bisa saya lakukan hanyalah agar anak didik merasa nyaman dengan kehadiran saya di kelas. Ternyata semua ini berdampak luar biasa pula dalam pengalaman saya. Tahun pertama pendampingan sekolah (2012), saya terpilih dalam Praktik Pembelajaran Guru Terbaik. Bersama dengan Pak Munib, kami berdua mewakili sekolah ke Jakarta untuk berkumpul dengan guru-guru terbaik se-Indonesia sekolah dampingan Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa.

Setiap orang mungkin bisa ke Jakarta, tapi tidak semua orang mendapat kesempatan bertemu dengan orang-orang yang luar biasa yang memiliki komitmen dalam dunia pendidikan seperti Bapak Arif Rahman, Bapak Anis Baswedan, dan Bapak Bari Hamami (Presiden Direktur PT Trakindo Utama).

Tahun 2013 saya bersama Ibu Gemi Lestari mendapat rekomendasi untuk mengikuti pemilihan Guru Berprestasi Tingkat Kabupaten Kutai Timur. Walau kami belum berhasil, tapi ajang ini sungguh luar biasa manfaatnya. Berbagi ilmu dengan guru-guru se-Kabupaten Kutai Timur menjadi pengalaman yang sangat berharga.

Sejak 2013, setiap akhir tahun pelajaran, sekolah kami mengadakan Pemilihan Guru Terfavorit Versi Murid. Cara pemilihannya sederhana, anak-anak dikumpulkan di lapangan dan mereka diberi kertas, kemudian mereka diminta untuk menuliskan nama ataupun nomor guru yang mereka favoritkan. Kertas digulung dan dimasukkan ke kotak. Pada pelepasan siswa kelas 6, diumumkanlah nama-nama guru favorit tersebut. Tahun pertama saya terpilih sebagai favorit kedua, dan setahun berikutnya menjadi guru terfavorit di sekolah. Bagi saya terpilih sebagai guru favorit bukanlah tujuan utama dalam karier, melainkan sekadar ‘bonus’ yang sudah Allah berikan untuk hamba-Nya yang bekerja.

Saya bersyukur atas semua anugerah ini. Semoga semua ini membuat saya lebih konsisten menjadi pendidik. Terima kasihku kepada Allah Swt, anak anak didik tercinta yang selalu menjadi inspirasi, Kepala Sekolah dan para rekan guru yang luar biasa, serta suami dan anak tercinta (Fahri Haqqani Al Izhar). Tentu saja tak lupa terima kasih setulus-tulusnya saya berikan untuk PT Trakindo Utama dan Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa yang sudah banyak membuat perubahan pada sekolah dan diri saya pribadi untuk memajukan dunia pendidikan di SDN 003 Sangatta Utara.

[Disalin dari Buku “Bagimu Negeri, Kami Setia Mengabdi”, DD Press. Penulis: Laila]

2 thoughts on “Menjadi Guru Penebar Manfaat”

  1. Yosi Gumala says:

    Sangat menginspirasi pak terimakasih

    1. Eha Zulaeha says:

      guru sabar dan selalu berfikir positif kepada siswa nya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

shares