Ekspresi Terbaik Untuk Anak Didik

Ekspresi Terbaik Untuk Anak Didik

Menjadi guru mata pelajaran muatan lokal Bahasa Inggris tingkat sekolah dasar sudah saya jalani hampir 15 tahun, tepatnya sejak 1 Juli 1999. Menjadi guru di kelas rendah bukanlah hal mudah. Perlu kekuatan, ketabahan, dan banyak kemampuan— bernyanyi, bermain peran, bercerita, berekspresi lincah ke sana ke mari.

Pukul 07.30 waktu setempat bel belajar berbunyi di seluruh lingkungan sekolah. Semua siswa bergegas masuk. Setelah lima menit mengatur tempat duduk siswa, ternyata ada dua orang anak didik saya yang belum masuk ruangan. Padahal, menurut teman sekelasnya, keduanya sudah berada di sekolah. Di kantin sekolah keduanya tadi terlihat oleh teman-temannya.

Untuk sementara proses belajar ditunda. Saya mencari dua orang siswa yang belum masuk itu. Sekitar 20 menit dua anak tersebut akhirnya ditemukan.

Mereka ternyata bersembunyi di mushala, dan sengaja tidak mau mengikuti pelajaran. Berkali-kali terjadi perbuatan yang sama pada kedua anak itu. Entah apa yang salah dengan cara mengajar saya sehingga membuat keduanya tidak betah masuk pada jam pelajaran saya. Saya pun membicarakan persoalan ini dengan guru-guru lain. Saya juga meminta pendapat Pendamping Sekolah.

Suatu hari Pendamping Sekolah masuk menemani saya mengajar. Kebetulan hari itu dua anak tersebut belum masuk juga. Pendamping Sekolah meminta kepada saya untuk tetap melanjutkan mengajar, dan beliau sendirilah yang mencari kedua anak itu. Beberapa menit kemudian, kedua anak itu masuk kelas bersama beliau. Saat itu saya juga diminta beliau untuk mendampinginya mengajar, dan melihat caranya mengajar.

Ekspresi ternyata mampu meluluhkan peserta didik. Memberikan tekanan pada kalimat dan beberapa kata penting untuk menarik kefokusan anak-anak kembali. Lima belas menit setelah menulis atau menerangkan, saya mencoba memberikan penguatan dan memberi energi kembali pada anak anak.

“Hai….” Ujar saya.

Dengan serempak anak-anak menjawab, “Halo….”

Berulang kali cara ini dilakukan sampai mereka berkonsentrasi kembali. Bila sebelumnya anak didik saya hanya mampu duduk manis dalam hitungan maksimal 15 menit, maka sekarang saya tahu cara membuat mereka berkonsentarasi lagi.

Cara lain yang saya praktikkan adalah mengubah lagu-lagu dengan kata bersemangat yang mereka suka, bercerita, dan memberikan hadiah kecil bagi yang menyelesaikan tugasnya terlebih dahulu. Terkadang saya bercerita tentang tokoh yang disenangi. Saya juga mengambil simpati meski sekadar bertanya tentang kebiasaan anak di rumah. Perhatian lebih saya berikan kepada kedua anak yang selama ini ‘bermasalah’.

Saya senang, kini kedua anak yang sering bolos pada jam pelajaran pertama itu sudah aktif. Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Pendamping Sekolah yang mau bersedia meluangkan waktunya untuk berdiskusi, atau setia menjaga tempat-tempat strategis yang biasa dikunjungi anak-anak.

Terima kasih juga untuk Kepala Sekolah yang selalu aktif berkeliling wilayah sekolah dan kelas, mencari kelas yang masih belum ada aktivitas belajar saat jam belajar mulai. Serta tak lupa terima kasih atas bantuan orangtua (khususnya orangtua kedua siswa itu) yang mau diajak bekerja sama untuk menasihati dan mengawasi anaknya saat jam sekolah.

[Disalin dari Buku “Bagimu Negeri, Kami Setia Mengabdi”, DD Press. Penulis:  Nursiah]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

shares