Tantangan Mensalehkan Siswa

Sebuah kebahagiaan tersendiri bagi saya menjadi guru Agama Islam. Ini berarti saya memilki peluang yang besar mendapat pahala dari Allah Swt. Bukankah ilmu yang saya sampaikan akan terus ada dan mengalir bersama tumbuh kembang hidup siswa dalam mengarungi kehidupan? Di sisi lain, amanah ini sesungguhnya terasa sangat berat jika ditinjau dari tanggung jawab yang meski saya pikul. Saya harus membekali siswa agar memiliki dasar utama dalam mengarungi hidupnya.
Awal-awal bertugas di SDN 01 Padang Panjang, Tabalong (Kalimantan Selatan) ini pada 1989, saya merasa mampu dengan baik menjadikan anak-anak didik memiliki pengetahuan agama yang cukup. Siswa bisa mempraktikkan wudhu, shalat, wirid, azan dan iqamah, hafalan-hafalan surat pendek, dan doa sehari-hari. Bahkan saya sampai berani membawa mereka untuk ikut berpartisipasi dalam berbagai lomba tingkat kecamatan dengan hasil yang tidak mengecewakan.
Pada waktu itu penduduk masih sepi. Jalan raya pun belum ramai seperti sekarang. Setiap saya membawa anak-anak pergi ke mushala yang jaraknya sekitar 200 meter dari sekolah, sangatlah aman. Berbeda dengan sekarang, seiring maraknya penambangan, jalan menjadi sangat ramai. Tentu akan berbahaya jika membawa anak-anak pergi ke mushala untuk praktik kegiatan ibadah.
Kala itu pula orangtua siswa sangat mendukung kami para guru dalam membimbing putra-putri mereka menguasai ilmu agama. Sebagian besar orangtua bahkan siap memerintah atau mengantar putra-putrinya berangkat mendapatkan tambahan pelajaran agama dari saya, yang memang secara sengaja setiap sore sampai isya saya adakan di rumah.
Keadaan kini berubah. Sejak 2003 Tabalong mulai ramai dengan kegiatan penambangan batu bara. Seiring itu, semakin banyak orang dari luar Tabalong, bahkan luar Kalimantan, yang mengadu nasib bekerja di kota kami ini. Sejak empat tahun tahun terakhir ini terlihat betul betapa pesat pertumbuhan dan perkembangan Tabalong.
SDN 01 Padang Panjang tergolong sekolah yang masuk Ring I, sekolah terdekat dengan area pertambangan. Dampak positifnya, masyarakat di sini diprioritaskan untuk mendapatkan pekerjaan di area tambang. Sekolah kami juga menerima berbagai bantuan, semisal air bersih dan tempat penampungan air. Selain itu, setiap seminggu sekali sekolah mendapatkan bantuan berupa dua buah susu kotak dan biskuit untuk setiap anak, termasuk gurunya, dari salah satu perusahaan tambang.
Masih banyak lagi bantuan-bantuan lainnya. Dampak negatifnya jelas ada, bahkan lebih banyak. Mulai dari polusi udara, bekas galian batu bara setelah penambangan berakhir, dan yang paling memprihatinkan adalah menjamurnya kegiatan prostitusi di sepanjang jalan sekitar area tambang. Tempat-tempat maksiat itu hanya berjarak satu kilometer dari sekolah dan permukiman penduduk. Yang membuat saya bertambah sedih, siswa-siswa hafal tempat maksiat tersebut.
Dampak negatif lainnya, pesatnya laju pembangunan yang menyertai aktivitas pertambangan memengaruhi kualitas lulusan anak-anak didik kami. Lulusanlulusan sekolah kami sangat menurun dalam memahami agama. Semasa menjadi siswa, mereka juga sulit untuk diarahkan. Ketika proses pembelajaran berlangsung, mereka tidak memerhatikan. Ketika diberi tugas menghafal, sebagian besar tidak melaksanakannya dengan baik.
Sebagai guru agama, saya bertanggung jawa mendidik mereka supaya memiliki keimanan yang kuat dan kokoh. Sebab, hanya iman itulah yang bisa diandalkan untuk menjaga mereka supaya tidak terjerumus mengikuti atau meniru kerusakan yang ada. Aparat pemerintah dan masyarakat sudah tidak lagi bisa diandalkan untuk menjaga moral anak-anak didik kami. Belum lagi kian banyak keluarga yang apatis dengan perkembangan anak akibat kesibukan bekerja di tambang.
Dibandingkan kakak-kakak angkatannya sebelum era pertambangan hadir di Tabalong, siswa-siswa saya saat ini memiliki ujian berat dalam menjaga diri dari kerusakan yang ada di tengah tempat hidup mereka. Prihatin saja tentu tidak cukup sehingga saya harus membiasakan mereka dengan beberapa ritual ibadah agar terbentuk karakter positif. Saya bertekad untuk membentuk keimanan yang kuat sejak dini dengan berbagai langkah di antaranya:
- Membiasakan kepada siswa untuk berdoa dan mengingat Allah dalam mengawali setiap aktivitas sehari-hari.
- Menanamkan cinta kepada Rasulullah, dan menjadikan beliau sebagai teladan yang harus diikuti.
- Merayakan momen hari besar Islam untuk menggugah semangat kecintaan terhadap agamanya, dengan menggelar berbagai lomba dan pengajian serta mengundang orangtua mereka untuk hadir.
- Memberi pelajaran tambahan di rumah saat sore dan malam hari, berupa pelajaran membaca Al-Quran, menghafal surat-surat pendek, dan menceritakan kisah-kisah teladan dari para sahabat maupun orang-orang saleh.
- Mengupayakan segera terbangunnya mushala sekolah, yang akan menjadi pusat kegiatan keagamaan Islam di sekolah kami. Sehingga, ketika praktik pembelajaran agama saya tidak perlu lagi mengajak siswa ke mushala yang jaraknya cukup jauh, ditambah kondisi jalan yang sangat ramai dengan lalu lalang kendaraan pertambangan.
Seiring bertambah usia saya, bertambah pula beban pengajaran dan tantangan yang harus saya hadapi. Namun, pelan tapi pasti saya harus melakukan perbaikan. Tentunya dengan tetap menjalin komunikasi yang lebih baik dengan orangtua siswa, dan lebih kreatif mencari model pembelajaran yang sesuai dengan siswa sekarang.
Sungguh, generasi Tabalong sekarang memiliki tantangan sangat berat. Pengaruh buruk lingkungan yang diperparah tontonan di televisi dan internet seolah mengajak mereka untuk menanggalkan keimanan. Semoga dengan segera di bangunnya mushala di sekolah kami, pembelajaran agama benar-benar dipraktikkan secara nyata dan bekasnya akan terus terbawa hingga mereka dewasa.
[Disalin dari Buku “Bagimu Negeri, Kami Setia Mengabdi”, DD Press. Penulis: Noor Asyikin]