Mengubah Mimpi-Mimpi

Saya lulusan SPG Negeri Banjarmasin di Banjarbaru (Kalimantan Selatan) tahun 1988. Setelah lulus, saya jadi guru honorer di Desa Gunung Melati Kabupaten Tanah Laut. Saya mengajar siswa kelas 3. Saya bangga bisa mengabdi di kampung halaman sendiri walau hanya menerima honor Rp 20.000,00/bulan. Uniknya, uang honor saya berasal dari sumbangan BP3, dan berupa pecahan logam semua.
Saya hanya bertahan satu caturwulan saja di kampung halaman sendiri. Saya ingin meningkatkan kemampuan dan pengalaman saya. Saat ditawari untuk mengajar di MTS Tajau Pecah sebagai guru Matematika. Saya coba, tapi hanya bertahan satu caturwulan juga.
Akhirnya saya ikut jejak kakak yang sudah mengajar Olahraga di SD PT Hutan Kintab, dengan kesejahteraan dan prestasi serta pengalaman yang lumayan. Saat saya menghadap kepala personalia, beliau mengatakan, “Maaf, sudah penuh. Yang kosong ada, tapi di pabrik penggergajian kayu.” Tidak apalah, saya terima dan keesokan harinya saya langsung kerja di pabrik.
Baru beberapa hari bekerja, saya mendengar adanya formasi pengangkatan CPNS di Kalimantan Selatan. Sebuah kesempatan emas bagi saya. Masalahnya, bagaimana saya harus meminta izin ke pabrik? Hasil meminta izin langsung kepada atasan mandor berkewarganegaraan Korea gagal. Akhirnya saya nekat dengan risiko di-PHK. Saya berpikir, tak masalah di-PHK karena ini pertama kalinya saya bisa mengikuti tes CPNS.
Kesempatan datangnya hanya sekali, dan waktu tidak mungkin terulang kembali. Ternyata teman-teman guru yang mengajar di SDN PT Hutan Kintab berpikiran serupa. Mereka bahkan sudah berangkat dengan rombongan bus mini berisi 14 orang. Sementara saya naik taksi umum.
Sebulan kemudian pengumuman yang ditunggu-tunggu muncul. Karena
bekerja di pabrik, saya tidak dapat mengakses pengumuman tersebut. Untungnya, beberapa teman mau membantu. Alhamdulillah, saya dinyatakan lulus. Adapun teman-teman guru dari SD PT Hutan Kintab tidak ada satu pun yang lulus, termasuk kakak saya.
SK Penempatan pertama saya di SDN Betung Kecamatan Pamukan Utara, Kabupaten Kotabaru. Letaknya sangat terpencil. Perjalanan dari kampung saya memakan waktu satu hari bila menggunakan kendaraan darat, dan lebih lama lagi bila menggunakan kapal laut. Gaji pertama yang saya terima saat itu Rp 60.000,00.
Setahun sekali saya baru bisa pulang kampung, yakni saat Lebaran. Tahun 1992 saya diberi tugas mengisi SDN Kalian yang kosong ditinggalkan mutasi semua gurunya. Saya bersama Ibu Mujiati merintis kembali pendidikan di sana. Saya mengajar kelas rangkap (kelas 4, 5, dan 6), sisanya oleh Ibu Mujiati. Saya bangga karena murid saya lulusan dari SDN Kalian, Mansyur namanya, sekarang sudah menjadi orang berhasil, yakni seorang polisi yang bertugas di Polda Kalimantan Selatan.
Dua tahun kemudian, saya dipindahkan ke SDN Sumberbaru 2 di Desa Sumberbaru, Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu. Sejak 2002 saya kembali dipindahkan, kali ini mengajar di SDN 6 Sungai Danau. Awal saya pindah di SDN 6 Sungai Danau, sekolah hanya memiliki tiga ruang kelas dengan lantai tanah dan sarana prasarana yang sangat minim. Tenaga pengajarnya pun hanya lima orang.
Awal September 2011, sekolah kami mendapatkan pendampingan yang dilakukan oleh PT Trakindo Utama dan Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa. Bantuan yang diberikan mengubah mimpi menjadi kenyataan. SDN 6 Sungai Danau direnovasi menjadi sekolah yang lebih baik dari sebelumnya.
Tidak hanya fisik bangunan, kualitas guru-guru pun ditingkatkan. Hasilnya amat membahagiakan. Sebelum ada pendampingan, para orangtua malu menyekolahkan putra-putrinya ke sekolah kami karena kualitas dan prestasinya dipandang kalah jauh dari sekolah-sekolah lain. Kini para orangtua berbondong-bondong menyekolahkan anak-anaknya di sekolah kami. Fakta juga membuktikan bahwa banyak calon murid yang tidak tertampung di SDN 6 Sungai Danau.
Dengan daya tampung hanya 60 siswa, jumlah calon pendaftar mencapai 125 anak! Akhir 2012, saya dan Ibu Siti Aisyah diundang ke Jakarta untuk berbagi pengalaman dengan 54 guru pendampingan sekolah seluruh Indonesia. Selain itu, ada agenda silaturahim dengan Bapak Presiden Direktur PT Trakindo Utama, bertemu tokoh-tokoh pendidikan, hingga mengunjungi Sekolah Adiwiyata di Jakarta dan Bogor.
Banyak pengalaman yang kami peroleh selama perjalanan ke Ibu Kota. Di sekolah, saya dan Ibu Siti Aisyah sudah berupaya menggerakkan “Sagu Sapo dan Sawa Sapo”, satu guru satu pohon dan satu siswa satu pohon. Ternyata dukungan teman-teman guru dan Kepala Sekolah masih kurang. Walau begitu, saya dan Ibu Siti Aisyah tidak luntur semangat untuk mengabdi pada pendidikan di daerah ini.
Saat penerimaan murid baru pada 23 Juni 2014, saya sebagai Panitia Penerimaan Siswa Baru menerima kesan positif dari Bapak Abdurrahman salah satu tokoh pemuka agama setempat. “SDN 6 Sungai Danau melahirkan anak yang saleh-salehah, pintar ngaji dan tiap tahun mewakili lomba di kabupaten,” kata Pak Abdurrahman.
Terima kasih Trakindo dan Makmal Pendidikan, yang telah membantu sekolah kami, yang telah mewujudkan mimpi menjadi kenyataan. Hanya Allah yang dapat membalas amal kebaikan “Semai Pendidikan Berkualitas” untuk bangsa dan negara.
[Disalin dari Buku “Bagimu Negeri, Kami Setia Mengabdi”, DD Press. Penulis: Supandi]