Menjadi Guru Ideal

Setelah lulus madrasah aliyah (MA) saya memutuskan untuk kuliah di program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Saat yang sama, saya juga mengajar di SDN 01 Padang Panjang, Tabalong (Kalimantan Selatan) sebagai guru honor. Waktu itu perasaan saya campur aduk; ada rasa takut, malu, bahkan tidak percaya diri ketika disuruh mengajar. Tapi, saya harus belajar dari guru-guru senior yang tidak lain guru-guru saya sendiri ketika duduk di bangku SD.
Menurut saya, menjadi guru itu sebuah tantangan. Inspirasi terbesar saya adalah ibu saya. Dari kecil sampai sekarang saya melihat banyak sekali pengorbanan beliau demi menjadi seorang pendidik. Salah satunya beliau rela bertahun-tahun terpisah dari keluarga.
Saya sendiri belum bisa menjadi guru ideal. Guru yang mampu memberikan ilmunya kepada anak-anak didiknya sehingga mereka menjadi generasi penerus bangsa yang senantiasa bersemangat dalam belajar dan menorehkan prestasi. Guru berprestasi yang dengan kemampuannya mampu menginspirasi peserta didik sehingga mereka tertarik dan ingin meniru.
Berbagai pelatihan yang diberikan oleh PT Trakindo Utama dan Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa sungguh sangat membantu saya dalam mewujudkan mimpi menjadi guru ideal tersebut. Mulai dari cara menjadi guru yang baik dalam mengajar, menciptakan suasana kelas yang menyenangkan dan nyaman untuk belajar, sampai kemampuan menjadi trainer. Peluang ini tentu tidak boleh saya lewatkan begitu saja. Sebab, tidak semua sekolah di Tabalong ataupun Kalimantan Selatan beruntung mendapatkan program pendampingan ini seperti sekolah kami.
Dari sinilah saya terus belajar dan belajar untuk bisa menjadi guru yang baik. Demikianlah sukanya menjadi guru; saya sering diberi kesempatan untuk menambah dan mengamalkan ilmu yang sudah didapat. Seperti pepatah, “ilmu yang tidak diamalkan bagaikan pohon yang tak berbuah.” Dukanya menjadi guru honor adalah soal imbalan, terutama ketika dihadapkan pada melambungnya harga-harga kebutuhan pokok.
Sejujurnya, honor yang minim terkadang membuat konsentrasi mengajar saya tidak bisa 100 persen. Terpecah oleh pemikiran untuk mencari pemasukan guna menutupi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun, dengan semangat tulus beribadahlah, godaan semacam ini akhirnya mampu diredam bahkan ditepiskan. Sehingga, saya pun tetap berupaya memberikan yang terbaik bagi generasi mendatang.
Inilah yang menjadi dorongan saya untuk terus berusaha menjadi guru yang ideal. Semoga kelak saya bisa menjadi guru yang bisa bertanggung jawab atas tugas-tugas saya.
Elliyannor