Lika-Liku Guru Olahraga

Sebelum menjadi guru honorer di SDN 014 Gunung Belah, Tarakan (Kalimantan Utara) pada 2005, saya bekerja sebagai tenaga keamanan gudang beras sebuah BUMN.
Saya diminta menjadi guru Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (PJOK) menggantikan guru mata pelajaran ini yang pindah ke sekolah lain. Selama di sekolah baru ini saya sudah mengantarkan anak-anak didik untuk mendapatkan predikat juara sebanyak dua kali dalam lomba tenis meja tingkat provinsi.
Banyak suka dan duka perjuangan mengajar PJOK. Salah satunya adalah saat cuaca di luar ruangan sedang tidak bersahabat. Karena alasan cuaca, saya pun hanya mengajarkan teori-teori di kelas. Reaksi yang saya dapat berbeda dibandingkan pembelajaran biasanya saat di luar kelas. Saya sadar, dari sekian mata pelajaran yang dipelajari siswa, pelajaran PJOK-lah yang paling mereka sukai. Mereka menyukai PJOK karena belajarnya di luar dan banyak bermain.
Ketika saya mengajar di kelas, ada sebagian siswa yang terlihat bosan dengan pembelajaran yang dilakukan. Bahkan ada siswa yang sampai terlihat mengantuk tidak memerhatikan. Alih-alih menuding siswa, saya memilih untuk berpikir. Mungkinkah cara mengajar saya ada yang belum tepat?
Pemecahan yang saya lakukan adalah dengan bercerita. Ceritanya berhubungan dengan teori-teori yang akan saya ajarkan. Selain itu, saya pun biasanya langsung mengambil mainan yang berhubungan dengan PJOK. Misalnya bola, untuk menarik perhatian mereka dalam mengikuti pembelajaran.
Pengalaman lain yang tidak kalah menantangnya adalah saat menghadapi siswa yang tidak mau ikut praktik olahraga. Alasan siswa, mereka merasa tidak percaya diri. Dalam kasus semacam ini, saya biasanya langsung merangkul siswa tersebut dan memberinya motivasi untuk ikut praktik. Saya memang selalu memberikan perhatian lebih terhadap siswa semacam ini, yakni dengan cara mengajar dan membimbingnya secara langsung.
Contohnya ketika praktik bola voli, saya langsung mendorong dan mengajarkannya tentang teknik passing bawah, passing atas, dan lain-lain. Supaya anak tersebut tambah percaya diri, biasanya saya membentuk kelompok.
Anak yang baru bisa membaca tersebut dapat belajar dengan teman sebayanya yang sudah bisa teknik-teknik praktik. Saya menggunakan metode kelompok ini supaya siswa yang masih kurang secara akademis, dapat bersosialisasi dengan siswa yang sudah bisa. Dari sinilah diharapkan akan timbul sikap tolong-menolong.
[Disalin dari Buku “Bagimu Negeri, Kami Setia Mengabdi”, DD Press. Penulis: Irwan Hardi Surya]