Galau Guru pada Kurikulum Baru

Galau Guru pada Kurikulum Baru

Setiap ganti menteri, ganti pula kebijakan. Demikianlah yang saya rasakan langsung sebagai pendidik. Baru beberapa tahun sebuah kurikulum diterapkan, muncul lagi kurikulum yang baru. Ibarat buah, sebelum masak sudah dipetik. Begitulah hasil penerapan kurikulum yang belum masak di pohon.

Saat ini saya dan guru-guru di SDN 40 Pangkalpinang (Bangka Belitung) dihadapkan dengan kewajiban menerapkan Kurikulum 2013. Tata cara mengajar kurikulum terbaru ini, menurut saya, hampir sama dengan di taman kanak-kanak; sistem penilaian menggunakan kata-kata, dan tidak boleh ‘menjatuhkan’ anak.

Saya terkadang bertanya-tanya; apakah pemerintah mampu membuat kurikulum yang tepat, mudah diterapkan, dan berlaku dalam jangka waktu yang cukup panjang sehingga terlihat keberhasilannya? Tidak seperti sekarang, dua tahun diterapkan sudah berganti kurikulum baru. Akibatnya, para pendidik menggeleng-gelengkan kepala kebingungan.

Terkadang saya takjub dengan pendidikan di negara lain, misalnya di Finlandia. Mereka menerapkan kurikulum dan metode yang baik. Selain kurikulumnya tertata dan tidak bergonta-ganti, rombongan belajar dalam satu kelas juga sedikit. Pembelajaran di dalam kelas pun maksimal karena peserta didik ada yang mengawasi dan memerhatikan. Mungkinkah metode ini dapat diterapkan di Indonesia?

Mungkin masih terlalu jauh lantaran masih banyaknya penduduk pelosok negeri yang tidak mendapatkan pendidikan secara layak. Bisa sekolah saja sebuah kenikmatan walau harus berdesak-desakan memenuhi ruang kelas. Padahal, rombongan belajar yang melebihi kapasitas pun menjadi kendala tersendiri bagi pendidik. Apabila kelas terlalu penuh maka kelas akan terlalu panas dan sesak sehingga peserta didik tidak konsentrasi belajar.

Seisi kelas rentan ribut, yang tidak setiap guru mampu mengatasi situasi sulit seperti ini. Syukurnya, saya pernah mendapatkan pelatihan dari Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa tentang cara guru mengembalikan fokus dan konsentrasi siswa dengan cara yang menarik.

Di tengah karut-marut penerapan Kurikulum 2013, kiranya saya terbilang beruntung karena sekolah mendapatkan pelatihan dan pendampingan dari PT Trakindo Utama dan Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa. Kehadiran Pendamping Sekolah yang berdedikasi tinggi amat membantu saya dan rekan-rekan guru dalam menghadapi penerapan kurikulum baru.

Selaku guru Indonesia, saya sebenarnya menanti terobosan yang dilakukan pemerintah. Bila kalangan swasta saja mau dan bisa melakukannya, mengapa pemerintah tidak?

Oh petinggi negeri ini
Sapalah para guru di ujung negeri
Ulurkan tanganmu untuk anak negeri
Mereka adalah generasi negeri ini
Wahai petinggi negeri
Marilah samakan visi dan misi
Kami guru negeri ini
Menunggu janji biar tahan uji

Wahai petinggi negeri
Janganlah kami dipandang seujung mata
Karena kami dapat mencerdaskan bangsa
Biar negara nun jauh di sana tak memandang sebelah mata
Wahai penyelenggara negara tercinta
Buatlah mantap metode mengajar
Janganlah selalu berubah sedemikian rupa
Agar penerus bangsa jadi berjaya.

[Disalin dari Buku “Bagimu Negeri, Kami Setia Mengabdi”, DD Press. Penulis: Yun Sandiana]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

shares