Pendahaga Ilmu

Seperti biasa, kuletakkan Mio di bawah pohon mangga. Kuhirup udara segar pagi dan kulangkahkan kaki menuju ruang majelis guru. Kulayangkan pandangan ke halaman sekolah. Bunga-bunga yang segar tersenyum bahagia karena mendapat sentuhan air tadi pagi. Kulihat beberapa murid sibuk dengan pekerjaan masing-masingnya, menjalankan tanggung jawab mereka menjaga kebersihan sekolah.
Aku terlena. Pikiranku menerawang jauh ke satu masa, masa sebelum kedatangan PT Trakindo Utama dan Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa. Masih melekat di ingatan, dinding sekolah yang disambung kawat kandang ayam. Atau loteng-loteng siap untuk ambruk, lantai kelas yang berlubang, dan WC yang ‘mengerikan’. Belum lagi kondisi guru yang memprihatinkan, sekolah yang kalau disebut maka orang akan menjawab dengan nada kurang sedap didengar.
Hidup memang seperti roda pedati, kadang di bawah dan kadang di atas. Begitu pula dengan sekolah kami, perubahan mulai terasa di sekolah kami setelah kedatangan Trakindo dan Makmal Pendidikan. Perbaikan besar-besaran pun dilakukan. Semula fisik sekolahku bagai seorang gadis yang kusam dan kumuh, sekarang bisa diibaratkan bak gadis yang cantik, manis, dan enak dipandang mata. Dus, guru yang awalnya biasa-biasa saja, sekarang mulai berbenah diri. Sekolahku pun mulai dikenal dan diperhitungkan. Tak ada lagi yang berani mencibir kami. Semua sudah berubah persis pepatah “lain dahulu lain yang sekarang”.
Melalui pembinaan dan pendampingan, sekolahku menuju sekolah ideal. Perubahan mulai dirasakan, terutama untuk diriku sendiri. Kedatanganku ke sekolah mulai kudisiplinkan, kegiatan belajar-mengajar yang awalnya monoton sekarang kupadukan dengan permainan, literasi, display, dan mind mapping. Yang terpenting juga, aku mulai rajin membaca sebagaimana kerap diingatkan oleh Pendamping Sekolah. Padahal, untuk urusan membaca ini menjadi beban bagiku. Tidak ada pembiasaan membaca, yang ada membaca sebatas tuntutan mengajar. Namun, sekarang aku berusaha sedikit demi sedikit untuk membaca karena kebutuhan.
Sekarang aku merasakan dahaga, haus akan ilmu, haus akan pengetahuan, karena aku ingin menciptakan generasi yang bakal mengharumkan negeri ini. Aku begitu bangga saat muridku lulus di sekolah kebanggaan Dompet Dhuafa,
SMART Ekselensia Indonesia. Aku begitu bangga di hati ini karena masih ada harapan mambangkik batang tarandam di daerahku, daerah yang dulunya menghasilkan tokoh-tokoh besar di negeri ini.
[Disalin dari Buku “2 Menyibak Mutu Pendidik Jilid 1”, DD Press. Penulis: Fatmawati, Guru SDN 09 Ulakan Tapakis Padang Pariaman]