AIR BERSIH ITU TELAH MENGALIR

SDN Lalareun yang terletak di lereng bukit Desa Pangguh sejak beberapa waktu yang lalu sering kekurangan air. Ini disebabkan oleh permukaan wilayah daerah tersebut yang berada di perbukitan dan tidak memiliki sumber air yang terus mengalir. Karenanya, ketika musim kemarau datang, sumber air yang merupakan kebutuhan utama manusia menjadi tidak mengalir secara normal. Dan tentu saja, hal ini menimbulkan masalah bagi penduduk di sekitar kampung Lalareun.
Kejadian ini pun menjadi permasalahan serius di sekolah SDN Lalareun. Sebagaimana diceritakan oleh beberapa warga dan guru bahwa ketika musim kemarau datang, para siswa membawa air ke sekolah setiap hari untuk kebutuhan sekolah seperti mandi, cuci, kakus (MCK). Para siswa secara bergiliran membawa air satu ember per siswa dan disimpan di tempat penyimpanan air sekolah.
Sebagaimana kita ketahui bersama, keberadaan air di sekolah merupakan unsur utama dalam membangun sekolah yang berwawasan lingkungan. Air merupakan kebutuhan untuk MCK dan penyiraman tanaman untuk penghijauan sehingga keberadaan air sangat penting di sekolah ini. untuk itu, saya sebagai pendamping sekolah Sekolah Berwawasan Lingkungan berusaha untuk menampung semua saran dan aspirasi dari para guru dan masyarakat dalam hal pengadaan air bersih.
Berbagai diskusi saya lakukan dengan para guru untuk mensiasati agar air di sekolah kami ini berjalan dengan baik meski musim kemarau datang. Salah satunya adalah diskusi dengan salah seorang guru pria yang ada di sekolah ini, yaitu Bapak Wawan. Beliau merupakan satu-satunya guru pria yang sudah lama mengabdi di sekolah ini, hampir 27 tahun beliau mengajar anak-anak Kampung Lalareun. Oleh sebab itu, beliau sangat memahami seluk beluk sekolah ini serta memintanya untuk memberikan masukan dalam pengadaan air bersih.
Oleh sebab itu, saya mengajak beliau untuk bisa memecahkan permasalahan air di sekolah ini. Pada saat itu, saya memberikan opsi untuk pengadaan air dengan mencari sumber air dari bukit yang lain menggunakan paralon. Namun, hal ini dimentahkan oleh Bapak Wawan. Menurut beliau, sumber air untuk sekolah ini tidak ada di sekitar wilayah Lalareun. Kalau pun ada sumber air, paralon yang digunakan untuk menyalurkan air pasti tidak akan aman dikarenakan keberadaan paralon itu melewati pemukiman warga.
Opsi ini pernah saya lakukan di SDN Kamojang. Di SDN Kamojang, PT. Pertamina memberikan bantuan paralon sepanjang satu kilometer lebih. Perbedaannya di Kamojang dengan Lalareun adalah sumber air. Di Kamojang, sumber air sudah tersedia dan hanya membutuhkan paralon untuk mengalirkannya. Namun di Lalareun, sumber airnya sangat susah. Kalaupun ada sumber airnya, paralon yang digunakan untuk mengalirkan air tidak terjamin keamanannya.
Kemudian, opsi lain muncul yakni membuat sumur air. Lagi-lagi opsi ini termentahkan. Menurut penuturan para guru dan warga, untuk membuat sumur air dengan menghasilkan air yang banyak akan sia-sia belaka. Sudah banyak warga melakukannya. Namun hasilnya nihil. Akhirnya kami sepakat untuk menggunakan opsi ketiga, yakni melakukan pengeboran. Namun, opsi ini pun hampir saja gagal dilaksanakan dikarenakan budget untuk pengeboran sangat besar.
Akhirnya saya kembali berdiskusi dengan para guru untuk mencari solusi bersama. Salah satu yang membuat saya gembira adalah kesediaan para guru untuk ikut berkorban membantu dalam hal konsumsi untuk para pekerja. Para guru yang sudah PNS, bersedia secara bergiliran mengantar konsumsi untuk para pekerja.
Sebagai pendamping sekolah, baru kali ini ada para guru yang secara sukarela dan bergiliran mau membantu saya dalam hal konsumsi untuk para pekerja pengeboran. Alhasil, budgeting yang saya ajukan ke kantor mendapatkan respon positif. Pengeboran pun dimulai.
Setiap hari, saya berserta para guru terus mengawasi dan berdoa agar air segera ditemukan oleh para tukang bor ini. Hal ini yang membuat saya dan para guru khawatir jika sumber air tidak ditemukan akan membuat budgeting pengeboran membengkak. Karena menurut beberapa orang yang berusaha mengebor air, di wilayah ini sangat sukar untuk mendapatkan air. Namun, kami tetap optimis bahwa akan ada sumber air di bawah sekolah kami.
Berkat doa dan dukungan dari warga sekolah, akhirnya air pun ditemukan. Setelah dua minggu para pengebor berjuang menemukan sumber air di bawah sekolah kami, akhirnya air pun ditemukan. Kami pun sujud syukur kepada Allah atas anugerah air yang secara cepat bisa ditemukan. Saat ini, para siswa sudah tidak kesulitan untuk mendapatkan air bersih. Mereka sudah tidak perlu lagi membawa air ke sekolah setiap hari dari rumah untuk ditampung di sekolah.
Sekarang, mereka sudah siap untuk menyiram tanaman dan MCK dengan air yang sudah didonasikan oleh PT. Pertamina Geothermal Energy Area Kamojang. Wajah-wajah para guru pun optimis dalam menyongsong program Sekolah Berwawasan Lingkungan yang akan mereka hadapi di hari-hari yang akan datang. Bagi para guru di SDN Lalareun, keberadaan air akan sa-ngat membantu dalam menyukseskan program Sekolah Berwawasan Lingkungan.
[Disalin dari Buku “Sekolahku Hijau, Sekolahku Memukau”, DD Press. Penulis: Irman Parihadin]