Mendampingi Anak-anak ‘Batta’

Pertama kali datang di SDN 264 Wawondula, saya merasa canggung dan kurang percaya diri. Guru-guru di sini pintar-pintar. Maklum saja, sekolah ini menyandang predikat sebagai sekolah unggulan di Kabupaten Luwu Timur.
Pertama kali masuk di sekolah ini, saya dipercaya untuk memegang kelas 5 C. Padahal, menurut sebagian rekan guru, kelas ini siswanya terkenal dengan sebutan batta. Artinya, selain nakal, anak-anak itu kurang antusias dalam menerima pelajaran. Muncul pertanyaan dalam hati: apakah saya mampu memikul tanggung jawab ini?
Ternyata guru-guru dan Kepala Sekolah SDN 264 Wawondula mendukung saya dalam mengajar. Mereka siap membantu saya ketika saya mengalami kesusahan. Kepala Sekolah selalu memberikan semangat dan apresiasi agar saya bisa menjadi guru yang kreatif. Awalnya saya ragu apakah saya bisa menghadapi siswasiswa unik itu. Batu sekeras apa pun jika terkena air secara terus-menerus akhirnya akan terkikis juga. Demikian tekad saya ketika membulatkan hati.
Perlahan-lahan saya pun mencoba mempelajari karakter mereka satu per satu. Saya berusaha menjadi sahabat atau teman bagi mereka hingga akhirnya saya tahu, ternyata setiap anak yang dilahirkan itu terlahir cerdas. Karena factor lingkungan di sekitarnya dan kurangnya perhatian dari orangtua, mereka mencari-cari perhatian di luar rumah.
Ternyata siswa yang sering dilabeli batta tidak selamanya nakal atau negatif. Siswa yang tidak mampu menerima pelajaran juga bukan berarti mereka kurang atau bodoh. Tinggal bagaimana cara kita mengondisikan pelajaran yang akan diajarkan semaksimal mungkin agar sesuai dengan kemampuan mereka.
Kita hanya butuh sedikit pengorbanan dan kesabaran dalam mendidik mereka. Setidaknya ini yang saya petik saat memegang kelas 5 di sekolah terdahulu. Adanya Program Pendampingan Sekolah dari Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa dan PT Trakindo Utama membantu saya dalam mengatasi persoalan terkait pembelajaran siswa.
Demikian juga yang dirasakan rekan-rekan guru saya di sekolah. Saya sangat bersyukur ke hadirat Allah karena atas rahmat dan karunia-Nya sekolah kami mendapatkan bantuan dari kedua lembaga itu. Bantuan yang didapat bukan hanya dalam bentuk perbaikan fisik sekolah, namun juga sumber daya manusianya. Kami dilatih untuk mengajar dengan cara menyenangkan hati anak didik, cara mengajar berparadigma baru, menciptakan guru kreatif serta anak-anak yang berkualitas baik dari spiritualnya maupun mutu pendidikannya.
Selepas pelatihan, saya pun menerapkannya di kelas. Hasilnya? Siswa yang awalnya malas belajar dan jarang ke sekolah, akhirnya menyukai pembelajaran PAIKEM yang saya terapkan di kelas. Apalagi ketika saya menerapkan pembelajaran mind mapping, anak-anak sangat antusias sekali mengikutinya, bahkan saya tak perlu kerja keras memberi pemahaman secara detail kepada mereka.
Demikian pula dengan hasil pembelajaran display kelas, anak-anak sangat bersemangat. Saking bersemangatnya, mereka rela pulang sampai sore hari. Hati saya sungguh senang melihat perubahan pada murid-murid saya.
Satu hal lagi yang perlu saya lakukan adalah belajar menjadi “penjahit”. Saya harus membuat rancangan pembelajaran yang menyenangkan bagi anak-anak didik yang masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Sungguh, ini hal baru dan menyenangkan untuk saya terapkan. Rasa syukur dan bangga sebagai guru pun terus membuncah.
[Disalin dari Buku “2 Menyibak Mutu Pendidik Jilid 2”, DD Press. Penulis: Ervinila Tahir]