Mendidik Tanpa Pragmatisme

Mendidik Tanpa Pragmatisme

Peranan guru dalam pendidikan tidak sekadar memberikan ilmu, namun juga harus lebih memahami karakter, pola pikir, dan kemampuan siswa dalam proses belajar-mengajar. Penting di sini penguasaan kecakapan berbahasa. Seorang guru seyogianya bisa memilah dan memilih setiap kata yang tepat dan sederhana agar mudah dipahami oleh para siswa.

Ada sebagian siswa yang masih bingung ketika gurunya sedang menerangkan. Mereka tidak dapat mencerna dan menerima apa yang disampaikan oleh sang guru. Lantas apakah ini merupakan kesalahan guru yang kurang mengerti dan memahami kemampuan siswanya?

Apabila seorang guru memakai bahasa yang terlalu tinggi sehingga siswa tidak memahaminya, ini merupakan kesalahan guru. Sebab, siswa itu masih dalam kinerja pengajaran sehingga dari segi bahasa seharusnya menggunakan bahasa yang sederhana agar mudah dimengerti. Adapun dalam kasus siswa tidak kunjung mengerti meskipun sang guru telah berusaha untuk memberikan penjelasan dengan bahasa yang paling sederhana sekalipun, berarti ada persoalan pada peserta didik kita. Ada kemungkinan siswa tersebut memiliki daya nalar rendah sehingga kesulitan untuk merangsang setiap pelajaran yang diberikan oleh sang guru.

Sebenarnya bukan aib memiliki siswa bernalar rendah. Siswa yang baik itu bukan diukur dengan seberapa besar hasil yang diperoleh saat ujian karena terkadang hasil itu belum tentu murni menunjukkan kecerdasan siswa tersebut. Bisa jadi hasil yang ia dapat tidak murni dari upayanya sendiri, dan bisa jadi juga siswa baru menghafal habis-habisan ketika tibanya ujian saja. Yang paling penting di sini sebenarnya cara kita melihat prosesnya karena proses juga yang akan memengaruhi nilai.

Ketika siswa ingin berproses dengan baik dan memiliki nilai yang baik pula, tugas para guru adalah membantunya. Secara bertahap, para guru mendampingi mereka untuk meraih hasil baik dengan cara yang baik pula. Para guru tidak boleh menekankan kepada siswa untuk memperoleh nilai yang baik, sementara proses meraihnya diabaikan. Mengapa? Jangan sampai siswa kita jatuh kepada tindakan pragmatis, belajar demi mencari nilai. Sebab, mereka akan bergantung pada hasil sementara proses yang dilalui tidak kondusif bahkan melawan misi pendidikan.

Untuk itulah, metode pembelajaran yang kita sampaikan harus diperbaiki. Praktik pengajaran searah kiranya perlu diubah, jangan sampai mereka hanya menerima apa yang kita sampaikan di kelas lalu melupakannya begitu saja. Kita selaku seorang pendidik punya tujuan menjadikan mereka mampu menganalisis suatu tujuan yang kita sampaikan di depan kelas.

Salah satu cara yang efektif digunakan seorang guru dalam mengajar ialah penggunaan PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) berupa model-model pembelajaran efektif. Berdasarkan pengalaman dalam Program Pendampingan Sekolah oleh Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa dan PT Trakindo Utama, dengan penggunaan model pembelajaran tersebut, transfer ilmu tidak hanya terpusat pada peran guru saja, siswa juga bisa turut aktif dan terlibat dalam proses pembelajaran.

Siswa dalam kelompok-kelompok kecil bisa lebih saling bertukar pikiran dalam menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi. Dengan demikian, peran guru sendiri bisa lebih efektif dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Insya Allah dengan pembelajaran tersebut, para siswa tidak lagi berpikir pragmatis untuk sekadar mengejar nilai; sebaliknya, mereka justru mencari sesuatu yang indah dalam pembelajaran.

[Disalin dari Buku “2 Menyibak Mutu Pendidik Jilid 2”, DD Press. Penulis: Ari Suryanto]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

shares