Jejak Baru Mantan TKW

Jejak Baru Mantan TKW

Setelah menamatkan pendidikan di bangku SMP, aku bercita-cita menjadi seorang dokter, dokter yang mengabdi di desa. Membantu orang-orang yang membutuhkan tanpa pamrih. Aku terobsesi akibat pengaruh tayangan di TVRI, Dokter Sartika. Untuk mewujudkan cita-cita itu, aku melanjutkan ke bangku SMA jurusan Biologi. Alhamdulillah, aku selalu menjadi siswa terbaik dan mendapatkan kesempatan melanjutkan ke Universitas Gajah Mada di Yogyakarta melalui jalur Penyaluran Minat dan Kemampuan (PMDK).

Meskipun lolos seleksi, tetap saja untuk ke seberang pulau aku butuh biaya. Padahal, orangtuaku tak mampu. Bapak harus menghidupi tujuh orang anak dengan gaji seorang pegawai Golongan II. Akhirnya, kesempatan emas ini batal kugenggam. Aku tidak dapat melanjutkan pendidikan ke UGM, dan terpaksa bekerja sebagai tenaga kerja wanita di salah satu perusahaan Jepang di Pulau Batam. Bekerja di perusahaan swasta, yang dipikirkan hanya target dan target. Hari-hariku berlalu dalam perusahaan, dari pagi sampai malam. Tak tahu lagi apa yang terjadi di luar, tak pernah ikut kegiatan sosial apa pun. Hari-hari penuh dengan over time dan over time. Bahkan hampir tak pernah aku rasakan lagi hangatnya cahaya surya.

Lima tahun sudah berlalu. Akhirnya kuputuskan aku harus kembali pulang. Kebetulan Bapak memasuki masa pensiun di kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, yang terletak di ibu kota kecamatan. Aku diminta untuk menggantikan beliau sebagai staf sukarela. Profesi ini kulakoni selama hampir enam tahun.

Dalam pengabdianku sebagai staf sukarela itu, salah seorang kepala sekolah yang ada di kampungku menawarkan untuk menjadi guru. Katanya aku lebih dibutuhkan di sana. Banyak anak yang butuh pendidikan tetapi tenaga pendidik sangat kurang. Maklumlah sekolahnya baru berdiri, belum cukup tenaga guru yang berstatus pegawai negeri. Letaknya pun jauh di atas bukit. Tak ada kendaraan, harus berjalan kaki melewati jalan setapak penuh semak di kiri kanan jalan.

Walau tidak ada bekal memadai dalam latar pendidikanku, kuberanikan diri untuk mengabdi sebagai guru sukarela pada sebuah sekolah dasar itu. Aku yakin di situlah tempatku. Di sana aku memang dibutuhkan. Melihat anak-anak lugu berlarian mengejar kita kalau sudah datang ke sekolah, suatu keharuan yang tak dapat dilukiskan dengan kata-kata.

Kalau dihitung-hitung dengan materi, sangat jauh berbeda pada saat aku bekerja di Batam. Materi yang didapat berlalu begitu saja, mengalir bagaikan air. Tapi pengabdian ini berbeda, terasa lain maknanya, tak dapat diukur dengan
materi. Pada saat mereka, anak-anak didikku memanggil dengan sebutan ‘Ibu Guru’, ada perasaan lain tebersit di hati. Saat mereka belajar, memecahkan persoalan, menemui kendala dalam proses pembelajaran, kemudian mereka mampu mengatasinya, ternyata ada kepuasan tersendiri bagi kita para pendidik.

Allah berfirman dalam Al-Qur`an bahwa Dia tidak akan mengubah nasib suatu kaum kalau tidak kaum itu yang mengubahnya. Dengan motivasi ayat ini, aku bulatkan tekad untuk melanjutkan studi. Aku harus kuliah sesuai dengan
jalur yang aku pilih sekarang. Dengan satu keyakinan berkah itu pasti datang.

Waktu pun bergulir cepat. Janji Allah itu benar. Kalau tidak menjadi guru, aku tidak akan pernah mengenyam bangku perkuliahan. Pengabdianku sebagai guru juga tidak sia-sia. Aku telah menjadi guru berstatus pegawai negeri. Berkah dari Allah jua, aku ditempatkan di sebuah sekolah dasar negeri yang merupakan satu-satunya di kecamatan kami sebagai teladan bagi sekolah-sekolah yang lain melalui program pendampingan Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa dan PT Trakindo Utama. Sekolah itu tidak lain SDN 09 Ulakan Tapakis. I love you forever!

[Disalin dari Buku “2 Menyibak Mutu Pendidik Jilid 2”, DD Press. Penulis: Leli Tuti Suharni]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

shares