Siswa Berani Berbahasa Inggris

Siswa Berani Berbahasa Inggris

Sebagai seorang pengajar mata pelajaran muatan lokal Bahasa Inggris di sekolah dasar, saya berusaha supaya bahasa ini bisa dikenal oleh anak-anak sedini mungkin. Agar Bahasa Inggris dapat dipacu di kelas besar (upper class), yakni kelas 4, 5, dan 6, saya mulai mengenalkan bahasa internasional ini mulai dari kelas kecil (lower class), yaitu kelas 1, 2, dan 3, di SDN 264 Wawondula, tempat saya mengajar.

Seiring perkembangan waktu, karena faktor lingkungan yang kurang berbahasa Inggris bahkan hampir tidak sama sekali, hasil yang saya tanamkan sepertinya tidak banyak berkembang karena komunikasi berbahasa Inggris hanya terjadi pada saat jam pelajaran Bahasa Inggris. Di luar jam pelajaran tersebut anak-anak tidak berani menggunakan bahasa Inggris yang telah mereka pelajari walaupun mereka bisa karena telah belajar dan berlatih di kelas.

Alasannya adalah shy, malu. Banyak hal yang saya ingin coba terapkan untuk memotivasi anak-anak agar berani dan mau menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pergaulan mereka (daily talk). Tidak hanya di dalam kelas, tapi juga saat mereka bermain dan aktivitas lainnya di rumah. Walaupun bahasa Inggris yang mereka gunakan belum sempurna, yang terpenting mereka berani mengucapkannya dulu (dare to speak it out first). Salah satu cara yang saya lakukan agar anak-anak berani berkomunikasi bahasa Inggris di luar kelas adalah mengadakan kegiatan pembelajaran di luar kelas (outdoor) sesering mungkin, dan juga membuka private class sesuai permintaan orangtua murid yang ingin anaknya lebih berkembang dalam berbahasa Inggris.

Awal September 2011, pada suatu pertemuan pagi (morning briefing) sebelum kegiatan belajar-mengajar dimulai, tiba-tiba ada pemberitahuan dari Kepala Sekolah bahwa akan ada program pendampingan di sekolah kami oleh
Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa bekerja sama dengan PT Trakindo Utama. Saya pun tidak paham maksudnya apa pada saat itu.

Setelah beberapa hari pendampingan berjalan, saya mulai sharing dengan pendamping tentang hal-hal apa yang saya sudah lakukan dan apa-apa saja yang saya rencanakan. Beliau pun mengajak saya untuk memulai rencana itu segera dan tidak menunggu nanti. Kegiatan yang pertama-tama kami lakukan adalah bagaimana supaya lingkungan sekolah kami bisa mengajak anak-anak berkomunikasi bahasa Inggris.

Terciptalah “Smartboard” (Papan Cerdas). Papan ini saya gunakan sebagai alat tempat menulis kosakata (vocabularies), frase (phrases), dan kalimat-kalimat singkat (short sentences) yang sudah dipelajari anak-anak dan/atau yang akan saya ajarkan di kelas. Setiap Senin pagi sampai Kamis saya menuliskan kata-kata tersebut di dua Smartboard, dan digantung di tempat terbuka yang bisa atau sering dilihat anak-anak. Lalu setiap siswa pun mencatatnya di buku mereka masing-masing, yakni buku khusus untuk kata-kata Smartboard.

Kegiatan ini kami khususkan untuk anak kelas 3 sampai kelas 6. Kelas 1 dan kelas 2 yang mau belajar boleh mencatatnya juga. Setiap Jumat saya buatkan kuis tertulis untuk membantu mereka mengingat kata-kata yang telah mereka tulis pada hari Senin sampai Kamis.

Pada Sabtu tidak ada kegiatan Smartboard karena hari tersebut kami gunakan sebagai Hari Ajang Bakat (Talent Stage) di depan warga sekolah sebelum senam pagi dimulai. Anak-anak yang telah latihan ekstra sejak Senin sampai Jum’at sangat antusias menampilkan kebolehan mereka. Ada yang tampil bercakap atau berdialog singkat dalam bahasa Inggris (short dialogue), ada yang bercerita singkat dalam bahasa Inggris (short story), dan ada juga yang tampil menyanyikan lagu bahasa Inggris (english kid’s song). Kegiatan ini mendapat dukungan penuh dari Kepala Sekolah dan para wali kelas serta guru-guru mata pelajaran lainnya.

Pada akhir bulan, kami mengadakan kuis Smartboard Words untuk mengevaluasi kemampuan siswa dalam mengingat materi atau kata-kata yang mereka sudah pelajari selama kurang lebih satu bulan. Sebagai penghargaan untuk mereka, yang menjadi juara 1 sampai 10, sekolah memberikan simple reward. Para top ten ini mendapat tugas secara bergiliran untuk menggantung Smartboard setiap pagi kemudian menyimpannya saat jam sekolah usai. Tiap akhir tahun ajaran, kami memilih tiga terbaik dari para pemenang kuis tersebut.

Efek positif yang saya bisa lihat dari kegiatan Smartboard dan Talent Stage ini adalah mental dan nilai Bahasa Inggris anak-anak yang aktif dalam kegiatan ini menjadi berubah lebih baik. Mereka juga sudah berani menggunakan bahasa Inggris sedikit demi sedikit di lingkungan sekolah dan juga di luar sekolah bila bertemu dengan saya.

Pelatihan demi pelatihan yang digelar Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa dan PT Trakindo Utama sangat bermanfaat dan menunjang pembelajaran di sekolah kami. Yang paling sering saya gunakan dalam mengajar adalah boneka tangan (hand puppet). Pembekalan mendongeng atau bercerita yang saya dapatkan sangat menghidupkan suasana kelas. Boneka tangan yang diberikan oleh Dompet Dhuafa begitu disenangi oleh anak-anak. Boneka anjing saya beri nama “Doggy”, dan boneka beruang saya beri nama “Beary”. Boneka-boneka ini saya tampilkan untuk menuntun siswa memahami kata-kata baru (new vocabularies) dan dialog-dialog singkat sehingga anak-anak lebih fokus, lebih terpacu, dan lebih berani mengucapkan kata-kata dan kalimat-kalimat bahasa Inggris serta berani untuk tampil berdialog seperti boneka-boneka tersebut.

Sekarang Bahasa Inggris menjadi sangat fun bagi anak-anak kami. Bahkan imbasnya sampai ke sekolah-sekolah tetangga. Dengan membina kerja sama dengan beberapa teman guru Bahasa Inggris dari sekolah lain, yang didukung oleh para kepala sekolah, komite, dan orangtua, anak-anak terbaik dari SDN 264 Wawondula saya tampilkan di sekolah-sekolah tetangga itu. Tujuannya untuk memotivasi siswa-siswa mereka dalam belajar Bahasa Inggris.

Begitu pun sebaliknya, anak-anak dari sekolah-sekolah tetangga yang sudah termotivasi dan belajar Bahasa Inggris dengan baik, saya undang untuk melatih mental mereka dengan menampilkan bakat masing-masing di Pentas Bakat SDN 264 Wawondula setiap Sabtu pagi sebelum senam. Selain itu, siswa-siswa terbaik dari sekolah-sekolah tetangga saya undang juga untuk uji kemampuan dengan mengikuti kuis Smartboard Words.

Teman-teman guru Bahasa Inggris dari sekolah-sekolah tetangga sudah melihat perubahan pesat pada anak-anak murid mereka juga. Siswa sudah semakin berani tampil dan berlomba untuk menjadi yang pertama. Ada rekan guru yang mengatakan, “Kenapa tidak dari dulu?” Saya cuma menjawab, “Tidak ada kata terlambat dalam hal belajar. Better late than never. Even the best can still be improved.” Jadi, kunci utama untuk mencapai target keberhasilan yang saya harus kembangkan adalah membangun mental berbahasa Inggris anak-anak.

Sekarang saya semakin bersemangat dan lebih percaya diri dalam mengembangkan Bahasa Inggris; tidak hanya di SDN 264 Wawondula, tetapi juga di beberapa sekolah tetangga yang mau bekerja sama. Pembekalan lewat training-training yang saya dapatkan dari Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa dan PT Trakindo Utama, telah membukakan jalan baru bagi saya untuk melangkah maju dan lebih maju lagi. Dan saya berharap, today must be better than yesterday.

Salah satu training yang juga saya rasakan manfaatnya adalah Menulis Kreatif. Hasilnya, saya bisa menuangkan isi hati dan buah pikiran serta pengalaman lewat tulisan ini. Puji syukur saya dipertemukan dengan dua lembaga penuh dedikasi. Juga terima kasih banyak kepada Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa dan PT Trakindo Utama yang telah membagikan ilmunya kepada kami. Semoga PT Trakindo Utama dan Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa semakin jaya ke depan, dan semoga semua ilmu pengetahuan yang saya telah terima dapat saya kembangkan dengan baik dan bisa bermanfaat bagi banyak orang terutama untuk anak-anak didik saya. I wish the best for the future. Amin.

[Disalin dari Buku “2 Menyibak Mutu Pendidik Jilid 2”, DD Press. Penulis: Marthen A. Rima]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

shares