Menghidupkan Apotik Hidup

Saya mulai mengabdi di sekolah SDN Lalareun sejak tahun 1986. Sekolah yang letaknya di Kampung Lalareun ini dahulunya lingkungan gersang, sampah berserakan di mana-mana, dan serba kekurangan air. Saya berpikir, kerusakan lingkungan seperti ini akibat tidak adanya keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam dengan pelestarian lingkungan. Maka timbulah permasalahan lingkungan yang sangat serius akhir-akhir ini.
Pencemaran udara, budaya orang pada buang sampah sembarangan, banjir, dan tanah longsor menjadi masalah serius dalam upaya pelestarian lingkungan. Di sekolah kami pun demikian. Sebagai pendidik di sebuah institusi yang menggembleng putra penerus bangsa, kami mulai menyadari betapa perlunya menanamkan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan sejak dini pada para siswa.
Sebagai pribadi saya merasa gembira dengan datangnya program Sekolah Berwawasan Lingkungan yang digagas oleh PT. Pertamina Area Kamojang. Inilah sebenarnya program yang selama ini saya tunggu-tunggu. Saya merasa bahwa program ini sangat cocok untuk diterapkan kepada para siswa sejak mereka duduk dibangku sekolah dasar. Dan saya merasa gembira bahwa sekolah di mana tempat saya mengabdi ditunjuk oleh dinas untuk program Sekolah Berwawasan Lingkungan.
Awal mula menjalankan program ini, saya bersama para guru dan pendamping sekolah bahu membahu untuk menyukseskan program. Salah satunya adalah penanaman pohon untuk penghijaun sekolah. Pagi hari, kami bersama para guru yang lain sudah siap dengan pakaian untuk penanaman tanaman. Dan pada hari itu, kami berencana untuk menanam apotik hidup. Apotik hidup yang akan kami tanam pada hari itu adalah sirih, daun sereh, jahe, pecah beling, kunyit, jeruk purut, jeruk nipis, rosela, betadin. Kemudian kami juga menanam warung hidup di halaman sekolah seperti tomat, bawang, cabe rawit, dan lain sebagainya.
Sebelumnya, saya bersama anak-anak didik saya kelas satu menyiapkan polybag yang diberikan oleh pendamping sekolah untuk diisi dengan tanah humus dan pupuk kandang. Secara bergiliran, seluruh siswa bahu membahu membawa tanah ke kelas masing-masing, termasuk anak-anak kelas satu. Meski mereka kecil, namun semangat mereka sungguh luar biasa untuk menyenangkan hati gurunya yakni saya.
Setelah siswa mengumpulkan tanah humus dan pupuk kandang, lalu saya meminta sebagian siswa untuk memasukan tanah tersebut ke dalam polybag. Tentu saja saya memberikan contoh pertama kali. Setelah diberikan contoh, siswa kami memasukan tanah dan pupuk ke dalam polybag. Setelah selesai, saya meminta sebagian siswa yang lain untuk memasukan benih apotik hidup dan warung hidup ke dalam polybag yang telah diisi dengan tanah humus dan pupuk.
Hari pun beranjak siang, para siswa masih serius memasukan benih-benih ke dalam polybag. Terlihat di raut wajah mereka kelelahan, dan saya menyuruh mereka beristirahat. Kemudian saya melanjutkan pekerjaan mereka sampai selesai. Selain dari bantuan Pertamina, benih apotik hidup juga ada yang dibawa oleh siswa-siswa dari rumah mereka sendiri. Di sini saya ingin mengajarkan kepada anak didik tentang arti “memiliki”. Seperti sekolah yang mereka tempati sekarang merupakan milik mereka, dan karena sekolah ini milik mereka, maka mereka juga harus ikut menjaga sekolah serta tanaman yang sudah mereka tanam.
Saat ini, saya hanya meminta kepada siswa yang mendapatkan tugas piket untuk senantiasa menjaga ruangan kelas agar tetap bersih. Kemudian saya juga menugaskan mereka untuk menyiram tanaman yang telah ditanam oleh mereka. Sesekali saya membantu dan memantau mereka melakukan kegiatan bersih lingkungan dan menyiram tanaman. Dari hal kecil seperti ini, saya berharap agar di kemudian hari, anak-anak ini mampu menjaga keseimbangan sumber daya alam dengan pelestarian lingkungan.
[Disalin dari Buku “Sekolahku Hijau, Sekolahku Memukau”, DD Press. Penulis: Wiwi Sulastri, S.Pd.]