Sampah Organik, Non-Organik, Sampah Racun

Akhir-akhir ini, sampah menjadi permasalahan yang cukup serius. Banyak berita mengabarkan tentang tumpukan sampah yang terjadi di kota-kota besar di negeri ini. Jakarta dan Bandung yang merupakan kota besar yang kerap dilanda banjir dikala musim hujan datang. Dan tak lain, yang kerap dijadikan kambing hitam penyebab banjir adalah
sampah.
Begitu pun di sekolah, sebagai seorang pendidik yang setiap harinya berada di sekolah untuk mengajar para siswa, saya merasa sedih jika ada sampah yang berserakan di halaman sekolah. Setiap kali anak-anak jajan di warung, selalu membuang sampah secara sembarangan. Saya pun bingung untuk mengatasi masalah perilaku anak yang membuang sampah sembarangan.
Oleh karena itu, di setiap jam pelajaran, saya selalu menyelipkan pesan-pesan moral tentang pentingnya menjaga kebersihan dan membuang sampah pada tempatnya. Hal ini dilakukan untuk embentuk karakter siswa sejak dini. Apalagi saya sebagai guru kelas tiga yang notabene anak-anaknya sedang mengalami fase susah untuk diatur. Oleh sebab itu, saya selalu bersikap tegas kepada anak-anak yang membuang sampah sembarangan.
Namun, kadang-kadang anak-anak pun protes kepada saya karena di sekolah belum ada tempat sampah organik, non organik, dan sampah racun. Protes mereka ini saya pikir cukup beralasan. Sebab, standarnya sekolah memang harus memiliki tempat sampah seperti itu. Oleh sebab itu, ketika ada program Sekolah Berwawasan Lingkungan di SDN Lalareun, saya meminta kepada pendamping sekolah untuk membuatkan tempat sampah khusus untuk sekolah kami.
Permintaan kami pun dipenuhi oleh Pak Irman selaku pendamping sekolah. Beliau memberikan bantuan kepada kami berupa tempat sampah yang terdiri dari tiga jenis tempat sampah, yaitu tempat sampah organik, non-organik, dan sampah racun atau basah. Pak Irman berpesan agar tempat sampah ini dijaga baik-baik dan dimanfaatkan sesuai kebutuhannya.
Oleh sebab itu, dalam rangka membangun sekolah yang berwawasan lingkungan, saya merasa memiliki tanggung jawab yang besar dalam pembentukan siswa yang cinta akan lingkungan. Salah satunya adalah dengan membuang sampah pada tempatnya.
Tiap hari, saya selalu mengawasi, memantau, dan memberikan arahan kepada anak didik saya agar senantiasa membuang sampah pada tempatnya sesuai dengan jenis sampah itu sendiri. Di dalam kelas saya juga menerangkan kepada para siswa bahwa ketiga tempat sampah itu memiliki jenis sampahnya masing-masing.
Di dalam kelas saya mensimulasikan kepada para siswa bagaimana membuang sampah secara benar dan ke tempat yang benar pula. Untuk sampah organik saya minta kepada para siswa untuk memasukkan sampah dari dedaunan yang jatuh, kemudian bekas makanan, dan bekas sayuran dari limbah ruang tangga. Sampah organik ini nantinya bisa dimanfaarkan untuk membuat pupuk kompos sebagaimana pelatihan yang kami dapat dari Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa.
Adapun tempat sampah non-organik, anak-anak saya suruh untuk memasukkan sampah seperti kertas, botol minuman, kaleng, kardus, dan bekas alat tulis lainnya. Sampah non organik ini nantinya bisa didaur ulang menjadi aneka barang berguna. Sementara untuk sampah basah atau racun diperuntukkan bagi sampah yang tidak bisa didaur ulang kembali semisal bekas tinta, bekas VCD, silet, dan semacamnya.
Setiap hari saya selalu mengingatkan kepada anak didik agar selalu membuang sampah sesuai dengan jenis sampah tersebut. Dan di sekolah, ketiga jenis sampah itu kerap kali dijumpai, seperti sampah dari jajanan siswa di warung, kemudian bekas alat tulis kantor (ATK), dan juga kertas yang sering kali siswa buang sembarangan. Sekarang, saya beserta anak-anak sedang terus menggalakkan membuang sampah pada tempat dan sesuai dengan jenis sampahnya.
[Disalin dari Buku “Sekolahku Hijau, Sekolahku Memukau”, DD Press. Penulis: Omah, S.Pd.]